Sayang kita belum memiliki UU tentang KKW (Kekerasan Kepada Wartawan) yang bersifat l’ex spicialist seperti UU KDRT.
Saya sendiri pernah mengalami beberapa peristiwa KKW itu. Pada tahun 1975, pagi-pagi saya dijemput pasukan tentara dari rumah (di Tasikmalaya). Dengan memaksa, saya dibawa ke markas Brigif 13 Galuh yang waktu itu masih berada di perempatan Jl. Yudanegara-Gunungsabeulah.
Saya langsung dimasukan kamar kerja Kepala Staf Brigif letkol Patikawa. Dia (letkol Patikawa ), langsung menyambut saya dengan bentakan sambil mata melotot. Brak, sebuah pistol, dengan kasar dilempar ke atas meja kerjanya. Jujur saya sangat kecut dan takut. Bayangan kematian melintas seketika. Saya rasa itu wajar dan manusiawi.
Dari cecerocosan mulutnya saya tahu penyebabnya. Dua hari sebelumnya saya membuat berita di Harian Mandala tentang seorang pedagang dari kecamatan Ciawi yang ditahan di markas Brigif. Itu terjadi lantaran orang itu menunggak pinjaman selama 3 bulan. Diketahui Brigif itu memiliki dana kesejahteraan yang kemudian dipinjamkan kepada sejumlah pedagang di kecamatan Ciawi.
Debitur yang menunggak itu ditahan selama 2 hari. Dia baru dilepas setelah turun berita (hanya) di Mandala.
Akibatnya, yaitu tadi saya dijemput paksa, dimaki maki serta disekap hampir sehari. Menjelang akhir jam kerja (waktu itu bubar kantor masih jam 14.00), letkol Patikawa keluar ruangan. Tak berapa lama masuk Mayor Sukardja (kasi I). Kami memang sudah saling kenal sebelumnya.
Dia minta maaf atas kejadian itu dan mempersilahkan saya pulang. Di luar sudah ada beberapa teman wartawan. Rupanya mereka mendengar dan ingin tahu apa yang terjadi.
Kejadian lain yang juga bernuansa KKW saya alami. Pernah rame-rame diisukan PKI. Padahal saya ini mantan aktivis SSPTT (Serikat Sekerja Post, Telegraf dan Telepon) yang tergabung dalam Kino Gakari Sekber Golkar. Dalam organisasi itu saya sempat menjabat Sekretaris Umum DPD SSPTT Jawa Barat. Diisukan PKI waktu itu bisa jadi kartu mati. Itu momok yang ditakuti banyak orang.
Muspida kabupaten Tasikmalaya juga pernah mengirim utusan (Sekda dan Kasdim) menemui Pemred Mandala. Mereka meminta saya dipindah tugaskan dari Tasikmalaya . Tapi Pemred (pak Krisna) tidak hirau. Saya tetap dipertahankan di Tasik.
Sangat mungkin kebencian mereka itu terjadi karena berita-berita saya yang terlalu vocal. Memang tidak semua orang benci dan alergi.