Oleh : Dedi Asikin (Wartawan Senior, Pengamat dan Aktivis Sosial)
KORANMANDALA.COM – Rabu malam di GBK Prabowo Subianto berpidato di tengah tengah timses dan para pendukungnya.
Siapapun yang dengar akan bilang itu mah pidato kemenangan. Dan tentu saja melanggar azas kepatutan dan sopan santun. Terkesan jumawa, dan kepedean. Tapi juga menampakan kebodohan yang naif.
Apa yang ditayangkan dilayar kaca itu hasil quick count. Hitung cepat itu bukan hasil pemilu. Itu baru prediksi. Sama dengan hasil survei. Sama juga dengan ramalan. Meski menggunakan methode dan teknologi.
Hasil pemilu yang sesungguhnya sesuai UU, adalah hasil perhitunngan fisik secara manual. Namanya Real Count. Dipanggul kantong suaranya, diserahkan rekapitulisi secara fisik. Lalu dirapatkan di KPU disaksikan seluruh peserta pemilu, ditanda tangani bersama dan dirilis ke publik.
Pidato Prabowo Subianto semalam, syarat dengan eforia dan pesta pora. Mereka yaqin dan menang. Satu putaran lagi. Tabulasi layar kaca menunjukan 02 berada di posisi 57 koma.
Prabowo sudah bicara akan segera bekerja. Akan mengajak kerjasama semua pihak termasuk pasangan yang kalah. Emang yang kalah siapa Wo ? Ente pede bener.
Sebab hasil quick count yang belum 100% itu basa saja berubah. Apalagi terjadi kecurangan. Salah satu kecurangan yang masif adalah terjadinya pencoblosan surat suara yang dilakukan sebelum surat suara itu diberikan kepada para pemilih.
Hasil quick count yang dirilis di layar kaca sejak Rabu sore juga tak cocok dengan quick count internal paslon norut 1 dan 3.
Mereka, paslon 1 dan 3, mengklaim hasil quick count yang dirilis sejumlah lembaga survei yang diizinkan KPU untuk membuat quick count sama sekali tidak cocok.
Pendeknya, kata Bambang Widjajanto dari Timnas 01, tidak ada seorangpun yang berhak mengklaim kemenangan, sebelum diumumkan secara resmi oleh KPU 20 Maret mendatang.