Oleh : Dedi Asikin (Wartawan Senior, Pengamat dan Aktivis Sosial)
KORANMANDALA.COM – Beberapa malam ini saya nyaris tak tidur. Begadang. Tak minta izin bang Haji (Rhoma Irama) memang, karena yang dilarang begadang itu yang tiada artinya. Sedangkan begadang saya kali ini punya arti. Kan boleh. Lelah memamg, apalagi usia sudah terlalu lanjut. Kata teman saya sudah super lansia (85).
Ada berbagai informasi yang saya temukan dalam kelamnya malam itu. Ada demo penduduk kabupaten Wonosobo menolak pemilu curang. Ada BEM seluruh Indonesia yang mendadak kembali turun ke jalan. Mereka malam malam memggerudug kembali gedung DPR di Senayan
Ada tagar baru yang mereka usung, “Tolak pemilu curang, hentikan politik dinasti dan turunkan Jokowi sekarang juga”.
Isu pemilu curang sesungguhnya sudah beredar sejak beberapa waktu. Itu antara lain menyangkut adanya cawe-cawe dan keberpihakan presiden serta politisasi bansos.
Tapi pasca pencoblosan rabu 14 Februari, beredar pula kecurangan terkait pencoblosan surat suara sebelum diserahkan ke KPPS dan masyarakat pemilih.
Tumpukan surat suara pilpres ditusuk lebih dulu persis pada gambar paslon no 02. Siapa dan dimana tak jelas, tapi videonya ada dan saya masih menyimpan itu.
Yang terakhir adanya beda hasil rekaman formulir C1 (rekapitusai hasil pencoblosan di KPPS) dengan website KPU yang bersandi “Si Rekap”. Kasus itu ada banyak yang ditemukan.
Berikut beberapa contoh kasus yang sempat saya catat :
Di TPS 85 kelurahan Jati Pulo gadung Jakarta. Menurut rekap suara di C1 perolehan suara 01 = 99. 02 = 58 dan 03 = 87. Tapi setelah diuplaud ke Sirekap, angka ituberubah : 01 turun manjadi 44, 02 malah naik jadi 849 dan 03 tetap 87.
Di TPS 13 desa Patengan kecamatan Rancabali Kab Bandung, di C1 suara 01 = 14, 02 = 172 dan 03 = 16. Tapi di sirekap 01 tetap 16, 02 melonjak jadi 472 dan 03 tetap 16.