Oleh : Widi Garibaldi
KORANMANDALA.COM – Pemilu usai sudah. Walau lembaga survei susul menyusul melaporkan hasil perhitungan cepatnya (quick count), tetapi hasil akhir dari KPU tetap menjadi patokan. Kendati begitu, pasangan Prabowo-Gibran yakin memenangi kontestasi dalam 1 putaran karena lembaga survei melaporkan bahwa mereka telah menggenggam lebih dari 50 % suara.
Tak sabar menanti hasil perhitungan akhir KPU, Prabowo-Gibran sudah sesumbar akan melakukan langkah-langkah rekonsiliasi. Gibran melontarkan niatnya untuk segera sowan ke Paslon 1 dan 3. Sedang Prabowo mengayunkan langkah pertama, lapor ke mantan komandannya, SBY. Adapun Jokowi yang Presiden, makan malam dengan Surya Paloh. Mudah ditebak, Jokowi tentu meng-iming-imingi ketua partai yang berada di belakang Paslon nomor urut 1 itu dengan kursi menteri yang tersedia. Hal itu diperjelas dengan pengakuan Jokowi bahwa dia ingin jadi “jembatan” pemenang kontestasi.
Masih ingat hasil Pilpres 2014 dan 2019 ? Begitu sengitnya persaingan, tetapi berakhir dengan bagi-bagi kekuasaan. Akhirnya Prabowo happy dengan jabatan yang diberikan Jokowi. Jadi pembantunya. Nggak ada rotan, akar pun jadi. Nggak jadi Presiden, Menteripun oke. Begitu kira-kira jalan pikiran Prabowo. Tentu saja, sikap itu dibalut dengan pemanis kata “demi bangsa dan negara”.
Bagi-bagi kekuasaan
Pola bagi-bagi kekuasaan itu bakal terulang lagi setelah Pemilu 14 Februari yang lalu. Prabowo dan Gibran sudah membuka pintunya lebar-lebar. Jokowi sudah mempersilakan…monggo. Siapa yang ingin jadi pembantu, silakan. Ajakan ini langsung disambut oleh AHY, Agus Harimurti Yudhoyono yang Ketua partai Demokrat yang selama ini dikenal berseberangan dengan pemerintahan Jokowi. Bagi mantan anggota TNI berpangkat Letkol itu, tak jadi Wakil Presiden yang selama ini diidamkannya, bukan masalah. Jadi pembantu Presiden mengurusi tanah-pun jadilah.
Nah, sinyal merapat ke pemenang itu sudah nampak dengan jelas diperlihatkan oleh partai Nasdem, Demokrat dan PKB. Baru Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang mengisyaratkan sikap tegas, akan menjadi oposisi.
Di dalam sistem pemerintahan RI yang quasi Presidensiel, kedudukan oposisi itu katanya tidak dikenal. Yang berpendapat demikian mengacu kepada sila ke 4 filosofische grondslag bangsa kita, Pancasila yang berbunyi “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakian”. Jadi segala persoalan yang melahirkan perselisihan diharapkan akan selesai dengan tercapainya kesepakatan melalui musyawarah. Lalu bagaimana dengan fungsi check and balances ? Kendatipun lembaga lesgislatif kita,DPR-DPD, antara lain berfungsi pengawasan, dalam praktik fungsi saling kontrol yang seimbang antar lembaga negara itu tidak terlaksana.Ternyata kekuasaan lembaga eksekutif yang dikepalai Presiden sangat dominan sehingga sering melampaui batas kekuasaannya. Manakala pengurus atau anggota partai politik yang ada di lembaga Legislatif itu sudah ada yang menjadi pembantu Presiden maka semakin sulit bagi partai itu untuk menegur Presiden/Pemerintah. Lembaga Eksekutif dan Legislatif, sudah menjadi satu. Keduanya sudah menjadi “Kita” bukan lagi “Kami”.
Di dalam pemerintahan Jokowi, perbedaan fungsi antara eksekutif dan legislatif itu semakin kabur karena lembaga legislatif hanya berfungsi sebagai pemukul gong apa yang dikehendaki pemerintah. Pendapat yang menyatakan dalam demokrasi Pancasila tidak dikenal oposisi, sesungguhnya menyesatkan. Manakala fungsi check and balances itu diharamkan, dikhawatirkan eksekutif akan terlena dengan kekuasaannya. Presiden sebagai kepala pemerintahan menjadi mabuk kepayang, menganggap semua kehendak dan tindakannya adalah untuk rakyat.
Usai Pemilu, muncul fenomena saling rangkul dengan dalih kita semua bersaudara. Sikap ini diakhiri saling berbagi, bagi kursi yang menjadi tujuan pemilihan umum yang menghabiskan trilyunan uang rakyat. Dengan dalih tak dikenal dalam Demokrasi Pancasila, lembaga oposisi yang mulia itu menjadi barang yang tabu, padahal sangat dibutuhkan agar Presiden yang mengepalai pemerintahan tidak menjadi mabuk kepayang.- ***