Oleh : Dedi Asikin (Wartawan Senior, Pengamat dan Aktivis Sosial)
KENAPA hak angket ? Kan ada Bawaslu dan MK. Jawabannya Bawaslu sulit dipercayai. Bersama KPU sama-sama, wasit ikut bermain. Tengoklah KPU sudah beberapa kali diperingatkan keras oleh DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu ).
Bawaslu itu tak ubahnya pengawas bermata juling. Bertumpuk tumpuk laporan dibiarkan menggunung di gudang. Atau yang diputus pun tak memenuhi prinsip jurdil, jujur dan adil. Lewatlah itu Bawaslu. Selamat tinggal Rahmat Bagja.
Mahkamah Konstitusi ? Ada dua beban yang memberati pundak. Pertama di sana masih ada pamanda Anwar Usman yang memelintir putusan MK. Kata banyak orang, demi kepentingan Gibran Rakabuming Raka agar bisa nyawapres, AU telah melintir putusan MK No 90/PUU-XXI/2023. Dan itu kejadian/fakta.
Beban kedua, di MK itu, pelapor atau menggugat harus mengangkut berbagai bukti.
Pasal 286 UU NO 7 tahun 2017 tentang pemilu mensyaratkan kecurangan pemilu yang dilaporkan harus terjadi secara TSM (Terstruktur, Sistimatis dan Masif) di 50% wilayah provinsi.
Dan itu harus dikumpulkan dalam waktu 35 hari, mulai 15 Februari sampai 20 Maret 2024. Sebuah beban kerja yang rada rada mustahil bisa dilakukan.
Pengertian terstruktur, adalah dilakukan oleh semua tingkatan penyelenggara negara, mulai pusat sampai daerah/desa.
Sistematis atau sistemik berarti well planned, sesuatu langkah yang dilakukan secara utuh, menyeluruh dan terpadu.
Sedang masif berarti bulat dan menyeluruh tejadi di semua wilayah.
Beratlah pokoknya, sehinggga ada kekhawatiran MK akan menolak gugatan yang diajukan baik oleh paslon 1 maupun paslon 3. Atau bareng bareng rambati rata.