Oleh : Dedi Asikin (Wartawan Senior, Pengamat dan Aktivis Sosial)
MEMANG sulit menafikan langkah Jokowi membangun politik dinasti. Tahun 2020, kata Panda Nababan, Jokowi bungkuk bungkuk badan, memohon ke Megawati agar putra sulungnya Gibran Rakabuming Raka, direkomendir sebagai calon walikota Solo. Dan Megapun luluh. Padahal sebelumnya partai sudah memutuskan kader lain.
Jadilah GRR walikota “bau kencur” Solo.
Dalam waktu yang hampir bersamaan , Wiwi juga meminta mantunya Bobby Nasution jadi calon walkot di Medan. Selain ke PDI-P, juga dimintanya dari mas Wowo (Prabowo) ketum Gerindra.
Goal pula.
Anak mantu mengikuti jejak, membangun dinasti penguasa.
Hegemoni kekuasaan mantan “sultan” Surakarta itu bertambah kuat setelah secara sepihak memutuskan pengangkatan 270 pejabat kepala daerah (mulai gubernur sampai bupati dan walikota) yang habis masa jabatan sebelum pilkada serentak (27 Nopember 2024). Melalui relasi kuasa itu ditenggarai Wiwi berhasil mengerahkan dukungan para kepala daerah (bahkan sampai kepala desa), untuk pencalonan GRR jadi wapres bersama Prabowo Subianto (musuh lama yang sudah jadi kawan baru).
Dan langkah itu sepertinya berhasil.
Masih ada tingkah lain yang dia (Jokowi) lakukan. Pertama, mengajukan RUU tentang DKI Jakarta. Dalam konsep RUU DKI Jakarta itu, disebutkan bahwa Gubernur Jakarta diangkat oleh Presiden. Terhadap konsep itu ada kecurigaan (tentu saja dari lawan politik), kemungkinan Jokowi akan menunjukk putra bungsu (Kaesang Pangarep) atau mantu tersayang Bobby Nasution jadi gubernur Jakarta. Itu bukan mustahil, jika dikaitkan dengan karakter Jokowi sekarang ini.
Tapi usul itu sepi pendukung. Secara pribadi wakil Ketua DPR Dasko Ahmad menyatakan ketidak setujuannya.
“Gubernur Jakarta tetap dipilih rakyat” tegasnya kepada awak media.