Subtansinya perintah mengamankan pribadi dan keluarga presiden serta menjaga keamanan bangsa dan negara. Tidak ada kata-kata pelimpahan kekuasaan.
Ada cerita lain yang selama ini tak banyak diketahui orang. Sejarawan dan peneliti LIPI ( sekarang namanya BRIN, Badan Riset dan Inovasi Nasional) Arvi Warman Adam, menceritakan, tanggal 9 Maret (dua hari sebelum supersemar) bung Karno kedatangan 2 orang masing-masing bernama AM Dasaad dan Hasyim Ning. Dua duanya pengusaha yang sudah kenal dekat dengan BK.
Mereka disuruh Mayor Jendral Alamsyah Ratu Prawiranegara, loyalis Suharto untuk menyerahkan surat Suharto kepada BK. Masih kata Arvi, surat itu berisi usul agar BK menyerahkan kekuasaan pemerintahan kepada Suharto. Maksudmnya BK tetap Presiden dan Kepala Negara, sementara Suharto kepala pemerintahan.
Katanya BK menolak permintaan itu dan malahan marah besar.
Mendengar itu Suhartopun meradang. Lalu dengan bantuan para loyalis antara lain Ali Murtopo, tanggal 11 Maret ketika berlangsung rapat kabinet Suharto mengerahkan para mahasiswa untuk melakukan demo besar-besaran.
Pangkostrad Kemal Idris ditugasi agar mengerahkan pasukan tanpa mengenakan nama kesatuan untuk menggoyang rapat kabibet Dwikora II. Suharto sendiri tidak hadir dengan alasan sakit.
Dan terjadilah peristiwa BK kabur meninggalkan rapat, menyelamatkan diri ke istana Bogor.
Sore hari itu presiden terpaksa menanda tangani Surat Perintah kepada jendral Suharto selaku Pangad dan Pangkokamtib untuk menangani keamanan negara.
Jangan salah, ANRI masih terus mencari supersemar asli yang hilang misterius. Itu dokumen yang harus selalu ada. ANRI sendiri sudah menempatkan sprint itu dalam status Dalam Pencariaan Arsif.
Ceritera itu sesungguhnya ibarat padi sudah menjadi nasi. Semua sudah berlalu.