Sebagai salah seorang pelaku sejarah (waktu itu saya aktif di Kesatuan Aksi Buruh (KABI) Postel Jawa Barat, saya ikut memakamkan Yulius di TMP Cikutra.
Gerakan Reformasi 1998 memakan korban lebih banyak. Menurut Tim Pencari Fakta jumlah korban tewas ada 1.190 orang. 27 orang karena tembakan, sisanya tewas terbakar. Upaya menurunkan Suharto memang sangat dahsyat dan menelan banyak korban. Terlambatnya penanganan menyebabkan terjadi kerusuhan massal tanggal 12 Mei 1998.
Masyarakat yang marah karena ekonomi yag hancur, melakukan penjarahan dan penganiayaaan terhadap etnis yang menguasai perekonomian.
Jumlah 1190 itu tidak termasuk korban penembakan di Universitas Trisakti 14 Mei. Ada 4 mahasiswa yang tewas ketika berdemo di kampus itu. Mereka adalah Elang Mulia Lesmana, Heri Hartanto, Hafidin Royan dan Handrawan Sie. Diduga mereka tertembus peluru tajam dari aparat ABRI.
Perjuangan memakzulkan Jokowi lewat people power rupanya sudah harga mati. Semboyannya pasti, “Turunkan Jokowi sekarang juga”.
Genderang perang yang ditabuh para pencinta demokrasi sudah berdentang. Kali ini cukup kencang. Dalam 3 hari (18, 19 dan 20 Maret) mereka akan mengepung gedung KPU, DPR dan istana.
Jokowi sendiri masih berusaha tenang menghadapi tantangan perang. Dia berkilah bahwa dia tidak punya tampang otoritarian. Dia mengaku orang desa yang mencoba berbuat sesuai konstitusi. Dia mungkin masih merasa aman dan masih diback-up TNI dan Polri.
Tapi dari pengalaman yang ada, aparat itu akan melihat kondisi. Jika peserta demo itu hanya sedikit, moncong senjata masih terarah kepada pendemo. Mereka masih bisa dilumpuhkan dengan water canon atau gas air mata. Tapi jika jumlahnya makin membesar (sampai puluhan atau ratusan ribu, biasanya moncong senjata berbalik. Mereka, aparat harus sadar bahwa mereka itu tentara rakyat bukan tentara penguasa.
Tentara kita rasa rasanya tidak sekejam tentara China yang menembaki 3 ribu rakyat yang demo di di lapangan Tian Namen tahun 1989.
Siapa tahu Allah membantu kita dengan mengerahkan sejumlah malaikat. Tak perlu ribuan, kata si Cecep Juhanda. Pokoknya genderang perang sudah berdentang.- ***