Oleh : Dedi Asikin (Wartawan Senior, Pengamat dan Aktivis Sosial)
EUFORIA dan pesta pora kubu Pragib usai pengumuman hasil pilpres Rabu (20 Maret) malam adalah geer yang kebabblasan. Dan itu penyakit matuh sejak pilpres 2019. Waktu baru saja ada kabar sepoy bahwa Prabowo Sandi menang (60%), mereka langsung pesta pora. Ternyata itu info jongklok. Hoax. Yang menang sesungguhnya justru Jokowi-Mar’ruf Amin.
Tak ada kapoknya tuh Wowo. Tanggal 14 Februari (24) ketika quickcount mengumumkan angka keterpilihan 58 koma sekian persen, mereka juga langsung pesta pora. Lalu hari-hari berikutnya mereka mulai sibuk dengan program kerja. Salah satunya tentang program aneh suraneh, makan siang gratis. Juga rencana susunan kabinet. Siapa jadi apa.
Lo lo lo kok , koyo ngono yo. Tenang dikit nopo Wo !
Nah kemarin, ketika KPU mengumumkan perolehan angka paslon (pilpres) pesta pora kembali digelar di Kertanegara, rumah jendral Prabowo Subianto.
Nah mari kita simak pernyataan ketua MK pertama, Jimly Asyidiqi. Di podcast Dedi Corbuser kemarin, prof Jimly menuturkan ada pengalaman tahun 2009.
Waktu itu ketika KPU baru mengumumkan angka perolehan paslon dimana SBY-JK mendapat peroleh suara terbanyak (di atas 60%).
Lalu SBY menyampaikan di depan para pendukung dan awak media bahwa nanti malam akan menyusun kabinet.
Wah ini gak bener fikir Jimly. Diapun segera membuat konfrensi Pers. Dia sebut jangan dulu.
Pengumuman KPU itu belum final. Harus konfirmasi dulu ke MK jangan-jangan ada gugatan. Waktu ajukan gugatan itu 3 hari pasca pengumuman KPU. Di MK itu putusan bisa saja terbalik. Yang menang bisa jadi pecundang . Kan bahaya…tah.
Kalau tidak ada gugatan, MK akan deklare, masalah sudah konform. Tapi yang menyusun kabinet itu adalah presiden yang sudah dilantik.