Lalu oleh Menhan Prabowo 12 pesawat itu dibeli. Harganya pun terhitung tinggi, hampir Rp.1 trilyun/pesawat. Padahal dalam waktu yang hampir bersamaan, India membeli pesawat sejenis dari Rusia hanya sekitar Rp 900 milyar saja.
Masih untung dalam tulisan itu saya tidak menyertakan informasi lain bahwa dari pembelian barang loakan itu PS/Kemenhan mendapat cashback sekitar Rp.300 milyar.
Lalu, kabarnya, kasus itu sempat diinvestigasi oleh intel intel uni Eropa.
Saya juga jelaskan bahwa sesungguhnya (pake wallahu segala) saya ini pendukung PS. Tahun 2009, ketika PS nyalon sebagai cawapres bersama Megawati, lalu 2014 nyapres bersama Hatta Rajasa dan 2019 dengan Sandiaga Uno saya mendukungnya. Bahkan 2019 itu, saya bergabung dengan grup WA Sejuta pendukung Prabowo.
Jujur juga (gak usah pake wallahu lagi lah) sejak PS gabung ke kebinet Jokowi, saya mulai kecewa. Menurut saya, mengabdi negeri tidak harus pindah barisan. Masih banyak lapang pengabdian. Yang penting untuk kepentigin banyak orang.
Saya juga tambahkan bahwa netralitas itu harus diartikan merupakan keharusan lembaga Pers, bukan wartawan secara pribadi. Secara pribadi wartawan boleh menjadi partisan. Boleh juga memihak. Dan itu sudah banyak terjadi. Yang penting proposional dan profesional.
Lebih kecewa dan kheki lagi saya, ketika dia, PS ikut-ikutan mengerjakan sesuatu yang bukan keahliannya seperti menanam singkong. Akhirnya dia jadi bahan tertawaan.
Masa, nanam singkong manen jagong ? Aneh suraneh itu mah.
Saya lanjutkan omongan saya, bagi saya adalah lebih baik mengingatkan kekeliruan dari pada membiarkan teman terjerumus berkali kali ke dalam lubang, seperti keledai.
Dia boleh jadi menang, tapi tidak legitimate. Jadi penguasa tapi dihadapi dengan bibir mencibir.