Oleh : Dedi Asikin (Wartawan Senior, Pengamat dan Aktivis Sosial)
IBARAT permainan di lapang bola, yang berteriak pemain curang bukan hanya penonton kelas bawah yang duduk rerumputan di pinggir lapangan, tapi juga orang berkelas di tribun kehormatan.
Komite HAM (Hak Azasi Manusia) PBB berteriak “Pemilu di Indonesia curang”.
Organisasi PBB itu dipelopori Hary Truman Januari 1946. Lalu Desember 1948 melalui Deklarasi Universal HAM (Declaration of Human Rights) di Jenewa, Prancis, resmi berdiri di depan sidang Majlis Umum PBB 10 Desember 1948.
Pembentukan lembaga itu berdasar kepada banyaknya laporan HAM (dehumanisasi) di beberapa negera selama dan sesudah perang dunia ke II (1939-1945).
Ada beberapa negara yang dicatat Komite (selain Indonesia) yang ditenggarai telah melakukan pemilihan umum dengan cara menyimpang (tidak luber dan jurdil). Negera negara itu adalah Cile, Guyana, Namimbia, Somalia, Inggris Raya, Irlandia Utara dan Indonesia.
Untuk Indonesia, catatan Komite antara lain terjadinya campur tangan penguasa yang tidak netral. Yang sangat mencolok adalah melalui perubahan UU oleh Mahkamah Konstitusi sehingga mengakibatkan anak presiden bisa menjadi calon. (Putusan MK No.90/XXI-XXI/2023).
Komite juga merasa terganggu dengan terjadinya pelecehan, intimidasi serta penahanan secara wewenang-wenang tokoh-tokoh oposisi.
Di luar kasus pemilu, Komite juga mengkritisi pelanggaran HAM di Indonesia, antara lain kasus pembunuhan warga Papua (salah satunya Isak Sattu). 6 orang aparat yang terlibat sampai sekarang belum ditindak secara hukum.
Kembali keurusan pemilu, terutama pilpres, M. Yasin Kara, mantan anggota DPR RI menyebut wajar PBB menegur Indonesia. Pelanggaran hukum dan kecurangan memang TSM sampai-sampai bisa dipantau orang dari luar.