Oleh : Dedi Asikin (Wartawan Senior, Pengamat dan Aktivis Sosial)

JANGAN seneng dulu. Menang pilgub, lalu duduk di kursi empuk di Gedung Sate.  Atau tinggal di rumah dinas yang luas dan wah yang bernama Gedung Pakuan.

Tapi tengok dulu problematika yang ada.  Yang harus diurus dan ditata secara merata.

Jawa Barat itu sebuah provinsi paling besar. Penduduknya hampir 50 juta.

Tapi diantara mereka itu masih banyak yang miskin.  Bahkan ada yang miskin ekstrem. Miskin kacida, lieuk euweuh ragap taya. Super miskin.

Menurut BPS jumlahnya ada 941.416 orang atau sekitar 18,87 %. Miskin ekstrem itu menurut Bank Dunia adalah mereka yang setiap hari hanya memperoleh pendapatan $0,9 atau setara Rp.13.500 atau sebulan Rp. 405.000.

Penggangguran Terbuka pada akhir 2022 ada 8,31 %.

Lalu beberapa kota besar seperti Bandung, Bekasi, Bogor dan Depok dipadati penduduk urban.  Mereka mengalir bagai banjir Citarum dari desa ke kota. Itu terjadi lantaran pembangunan desa lambat dilakukan. Anak-anak muda memilih hengkang ke kota mencari penghidupan. Telah tumbuh paradigma,  anak-anak petani tak mau jadi petani dan tinggal di desa.

Mereka berkaca pada kehidupan orang tua sebagai petani. Yang ada bukan petani mukti, tapi petani tinggal daki.

Mereka itu para urban tinggal dan menimpakan masalah di perkotaan. Antara lain kemacetan.

Menurut pakar transportasi ITB, bahan bakar yang habis jadi uap selama macet, di kota Badung saja mencapai Rp. 4 milyar sehari.

Tentu saja itu berdampak pada pertumbuhan ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat tahun 2023,  menurut Kepala BI Jabar Erwin Hutapea, mencapai 5% (year on year). Angka itu berada sedikit di bawah pertumbuhan nasional yang 5,05 yoy dan no 2 di pulau Jawa setelah Yogyakarta (5,31% yoy).

Hal yang harus ada diotak gubernur yang terpilih di pilgub 2024 nanti adalah menumbuhkan dan mengembangkan ekonomi pedesaan.

Tujuannya agar anak muda petani tidak lagi tergerus urban ke kota. Mereka harus tinggal dan menjadi garda pembangunan desa.

Harus dilakukan kaji ulang kebijakan penggunaan dana desa. Dana yang  bersumber dari APBN Rp.70 trilyun pertahun itu belum terasa menggeliatkan pertumbuhan ekonomi pedesaan.

Kita masih impor pangan termasuk beras. Tahun 2024 ini pemerintah berhajat mengimpor 3 juta ton beras.

Walaupun kata mantan Gubernur Ridwan Kamil, Jabar sudah bisa swasembada, Jabar harus jadi pelopor Indonesia kembali ke jati diri negeri, agro maritim.

Kubur mimpi mengembangkan industri pesawat terbang. Galakan menanam padi di darat dan menangkap ikan di laut. Lalu dibangun industri pengolahan dan dijual matangan bukan mentahan.

Tirulah Belanda. Tuan mancung itu bertahan 350 tahun, hanya mengambil rempah-rempah dan mengembangkan berbagai jenis perkebunan. Sukses mereka.  Cuma yang namanya kolonial, wajar kalau tamak dan tidak adil.  Semua hasil diboyong ke negerinya, tak menyisakan buat penduduk jajahan.

Paradigma yang harus dikembangkan adalah membangun Indonesia dari desa. Dulpeunnya adalah menghasilkan kesejahteraan buat rakyat  semesta.

Selamat bertanding merebut Jabar 1.

Siapa berani? – ***

 

 




Sumber:

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News dan KoranMandala WA Channel

Wartawan Senior, Pengamat dan Aktivis Sosial

Exit mobile version