Sebagai gambaran, diketahui anak remaja itu memiliki sifat pemberani, cerdas dan panjang ingatan.
Mula mula dia diberi pekerjaan sebagai Krani atau juru tulis kebun di Sungai Karang. Dua tahun kemudian dengan kenaikan pangkat menjadi juru tulis kepala di kebun Sungai Dadap. Tak pakai lama, Parada sudah naik pangkat menjadi asisten kebun. Itu adalah pangkat tertinggi yang boleh dijabat orang inlander.
Kecerdasan Parada sangat mungkin disebabkan oleh kegemaran membaca. Ada bebarapa koran majalah yang rutin dikirim kakaknya dari Bukittinggi selalu dibaca habis. Juga mungkin dari kegemaran membaca itu, lahir pula kemampuan menulis.
Mula mula tulisannya sering dimuat di koran deKrani, media informasi para juru tulis kebun. Ia juga mulai menulis di koran Pewarta Deli yang terbit di Medan.
Suatu ketika dia menulis tentang kekisruhan di perkebunan. Di sana terjadi tindakan atau perlakuan semena-mena para elit kebun kepada buruh yang melanggar UU tentang kuli.
Tulisan itu dimuat di koran Pewarta Deli. Sudah bisa dibayangkan tentu membuat para juragan kebun gusar. Tak sekedar gusar, Parada juga kontan dipecat.
Beberapa waktu namanya hilang dari peredaran. Tahu tahu, eh dia sudah jadi staf redaksi koran Benih Merdeka. Kemudian menjadi pemimpin redaksi Sinar Merdeka dan majalah Poesthaha.
Rupanya usia dionclagh dari kebun dia langsung pulkam ke Asahan.
Keberaniannya mengkritik pemerintah jajahan menyebabkan dia sampai 12 kali mengalami delik press dan 2 kali masuk penjara.
Belakangan Padang Sidempuan, kabupaten Asahan terlalu sempit bagi seorang Parada Harahap.