Oleh : Dedi Asikin (Wartawan Senior, Pengamat dan Aktivis Sosial)
SEMUA orang juga tahu sinetron pilpres itu sudah usai. Palu godam hakim Suhartoyo telah menghujam. Tamat dan mengikat. Final and binding.
Soal itu mah semua paham dan menghormati. Pasangan calon 01 dan 03 sebagai pemohon sudah menerima. Bahkan mereka sudah kirim ucapan selamat kepada Pragib. Jentel !
Tapi gerutu, kecewa, kesel, bahkan marah, masih terdengar di sana sini. Di luar ruang sidang.
Prof Din Syamsuddin bilang, pasti ada intervensi Jokowi dibalik putusan MK itu. Mantan ketum PP Muhammadiyah itu saking berapi api sampai ambruk usai orasi tanggal 21 April silam.
Refly Harun tak kalah garang. Pakar Hukum Tata Negara itu protes amar hakim yang menyebut tak cukup bukti atas beberapa dalih pemohon. Kata Refly yang merupakan bagian dari tim hukum Amin, Hakim tidak logis. Mereka cuma memberi kesempatan 1 hari untuk mencari saksi dan ahli sambil membatasi jumlahnya maksimal 19 orang.
Sekarang bilang kurang bukti dan saksi.
Yang paling edun tentulah Rocky Gerung. Oposan sorangan wae itu, ujug ujug menyebut MK kepanjangan dari Mahkamah Ketololan dan Mahkamah Kedunguan.
Gerungan Rocky dalam hal putusan PHPU itu, terutama menyangkut dalil nepotisme, yang kata hakim tidak terbukti menurut hukum.
Lho emang Gibran bukan keponakan Anwar Usman ? Emang Anwar Usman bukan ipar Jokowi ?
Emang Gibran bukan anak Jokowi ?
Perkara terang benderang dibilang tak terbukti ?
Hanya ada dua kalimat untuk mereka itu, tidak sekolah atau sekolah tapi otaknya tidak mengkilat seperti cincin berlian di jari Suhartoyo itu.
Namun apapun yang dilakukan semua orang memprotes bahkan cenderung membuli mereka terurama 5 hakim yang sepakat menolak gugatan, nyaris tiada guna. Itu mah ibarat batu sudah menjadi lempung (pasir). Bukan lagi nasi sudah jadi bubur.
Percuma, memamg tidak haram sih, orang berteriak di luar ruang sidang, cuma kasihan kerongkongan saja.
KPU tetap noyod, jalan terus. Para pecundangpun sudah serah bongkokan.
Lantas apa kabar dengan hak angket ?
Kayanya gugur kandung tuh. Juga gugatan ke PTUN yang diusung PDIP.
People power, pengadilan rakyat juga masih jalan di tempat. Ibarat mesin desel, lama panasnya.- ***