Oleh : Dedi Asikin (Wartawan Senior, Pengamat dan Aktivis Sosial)
GAGAL lewat MK, masih ada pintu lain menjangkau keadilan. Lewat Pengadilan Tata Usaha Negara. Itulah yang dilakukan PDIP. Mereka lewat Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), mengajukan gugatan lewat Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Selatan.
Kemarin ada teman saya sesama pensiunan, bertanya. Apa bisa dan apa mungkin putusan MK bisa dibatalkan PTUN ? Sampai-sampai ketua tim pembela PDIP meminta KPU menunda penetapan pemenang pilpres 2024 ?
Setahu saya sesuai Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) 9 tahun 1976, perkara yang sudah diputus pengadilan (termasuk MK), tidak bisa diadili atau dibatalkan oleh peradilan lain.
Kecuali terdapat tindak pidana seperti pemerasan penyuapan atau apa yang belum termasuk gugatan di suatu peradilan lain.
Hakimnya boleh diadili tapi keputusannya tidak bisa dibatalkan terlebih sudah berstatus inkrah atau berkekuatan hukum tetap, kata Prof.Dr. Mahfud MD.
Ada beberapa contoh misalnya di Missouri Papua atau di Gresik Jawa Timur, sudah divonis MK digugat lagi ke PTUN, semua ditolak.
Tapi berbeda dengan gugatan PDIP. Meski Hotman Paris Hutapea yakin seribu persen bahwa gugatan itu akan ditolak tapi ternyata diterima dan mulai akan disidang tanggal 2 Mei 24.
Kita tidak tahu memamg apakah gugatan PDIP yang memperkarakan pelanggaran KPU dalam pencalonan Gibran Rakabuming Raka itu akan dimenangkan atau tidak. Yang pasti kalau mengacu kepada SEMA 9/1976 serta penjelasan pakar dan Gubes Hukum Tata Negara Mahfud MD, tidak bisa membatalkan keputusan MK.
Apalagi jika dipandang secara struktural (herarki) kelembagaan.
MK itu merupaksn lembaga tinggi negara sekelas dengan Mahkamah Agung. Sementara PTUN merupakan subsistem di bawah Mahkamah Agung. Pengadilan Tata Usaha Negara tingkat pertama ada kabupaten/kota, tingkat banding di provinsi dan kasasi/PK di MA.
Tetapi hukum memang ilmu yang bisa multi tafsir. Mantan Hakim Agung Gayus Luumbun berpendapat mahkamah yang dapat mengadili perkara pemilu bukan hanya MK, tetapi juga lembaga peradilan lain seperti Tata Usaha Negara.
Prof Gayus bilang yang dilakukan PDIP adalah menguji pelanggaran yang dilakukan KPU dalam proses pencalonan Gibran Rakabuming Raka.
Orang awam memang harus berdenyut kening buat memahami tafsir hukum itu. Rumit dan ribet.
Pening kepala.
Mengikuti amar putusan gugatan PHPU 01 dan 03 tanggal 22 April itu saja peningnya bukan kepalang. Yang berulang kali terdengar adalah ucapan 8 hakim secara bergantian ” tidak terbukti atau tidak beralasan secara hukum. Klimaksnya ya menolak seluruh gugatan. Tok tok tok.
Palu godam hakim Suhartoyo menghujam meja di ruang sidang.- ***