Oleh : Dedi Asikin (Wartawan Senior, Pengamat dan Aktivis Sosial)
BERSYUKUR kepada Allah yang telah menurunkan takdir, berterima kasih kepada orang tua. Merekalah yang telah memberi dukungan dan doa. Kemudian kepada pasangan (suami atau isteri). Tanpa dukungan dan pengertian mereka, tidak mungkin dapat menjalankan tugas dan kewajiban sebagai honorer dengan pendapatan yang sangat minim.
Tak usah berterima kasih kepada bupati atau pejabat di BKPSDM (Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia).
Itu mah sudah menjadi kewajiban (bupati dan BKPSDM).
Kalau tidak melaksanakan tugas itu, itu namanya bupati “pikasebeleun” (tidak tahu kewajiban).
Kalimat itu merupakan penggalan dari pidato bupati Tasikmalaya Ade Sugianto dalam acara penyerahan Surat Keputusan Pengangkatan menjadi PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) kepada 2.466 honorer menjadi ASN dengan status PPPK.
Ade tampak ceria dan berbunga bunga. Di hadapan Wabup Cecep Nurrulyaqin, Ketua DPRD Asep Sofari dan pejabat lain, pidatonya berapi-api dengan dibumbui joke-joke yang mengundang tawa dan keplok hadirin.
Di atas lapangan Setda yang cukup luas itu dibangun 6 buah balandongan untuk menghalangi panas terik dan melindungi semua yang hadir. Mereka datang dari berbagai wilayah kabupaten bermoto Sukapura Ngadaun Ngora itu, disertai sanak keluarga. Ada istri atau suami dan anak, orang tua atau kerabat lain.
Kebahagian dan keceriaan tidak hanya milik bupati dan para pejabat lain, tapi terlebih terpancar dari raut muka para peserta dan keluarga.
Bagaimana tidak, banyak diantara mereka yang telah menjadi pegawai honorer lebih dari 10 tahun. Agneiza Putri Pawarti (32) seorang bidan mengaku sudah 3 kali mengikuti ujian menjadi PNS/ASN gagal terus, baru kali ini berhasil. Itupun cuma jadi PPPK. Status PPPK itu memang dipandang merupakan kasta kedua di bawah ASN/PNS.
Perihal PPPK itu diatur dalam UU No 5 tahun 2014 yang kemudian dirubah dengan UU 20 tahun 2023.
Ada yang sedikit menarik dan lucu diantara peserta penerima SK itu. Ada seorang guru yang sudah menjadi honorer 20 tahun lebih, baru diangkat, kebetulan bersama-sama dengan putrinya seorang tenaga kesehatan (bidan). Meski begitu dia tampak bahagia.
Setelah mendapat SK gajinya bukan hanya Rp.300.000 lagi. Sekarang gaji pokok mereka berkisar antara Rp.2,6 sampai Rp.2,8 juta. Mereka melakukan kontrak kerja dengan pemerintah untuk 2 tahun, dan seterusnya diadakan pembaharuan kontrak sesuai kebutuhan.
Bupati Ade Sugianto berharap, dengan perubahan status dan penghasilan itu, mereka dapat menjadi lebih giat bekerja sesuai dengan tupoksi masing masing.
“Mulai besok bapak/ ibu sudah boleh menggunakan seragam ASN lengkap dengan atributnya” teriak Ade , tentu saja disambut keplok riuh hadirin.
Ade juga berjanji akan terus berusaha mengangkat honorer yang belum mendapatkan giliran. Dia tidak bisa memungkiri bahwa dengan pengangkatan 2.466 PPPK itu Pemkab harus menyediakan tambahan anggaran (APBD) Rp.80 milyar setahun.
Secara nasional masalah kepegawaian memang masih merupakan hal pelik. Menteri Pendaya Gunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Abdullah Azwar Anas mengaku sekarang (2024) masih ada sekitar 1,6 juta pegawai yang masih berstatus honorer, termasuk sekitar 130 ribu sisa peserta testing katagori 2.
Masalahnya kata Anas banyak daerah yang tidak punya uang. Karenanya pihaknya harus terus terusan berkoordinasi dengan daerah serta kementerian Keuangan.
Tapi sekarang harus kerja keras karena UU no. 20/2023 tentang ASN mengamanatkan masalah honorer harus selesai tahun 2024.
Selanjutnya diharapkan tidak ada honorer lagi, Zero honorer.
Selamat tinggal 300 ribu. Welcome 3 juta. Hehehe.- ***