0leh : Widi Garibaldi
Tatkala Bung Karno memperkenalkan Panca Sila sebagai falsafah bangsa Indonesia di Sidang Umum ke 15 PBB di kota New York tanggal 30 September 1960, semua delegasi terkesima dan terperangah. Pidato berbahasa Inggeris yang dibawakan oleh orator ulung itu berjudul “ To build the World a New”. Bukan hanya karena judulnya yang sangat tepat mengingat dunia yang sedang didominasi negara-negara maju, tetapi juga karena isinya, tentang Panca Sila diramalkan akan dapat mensejahterakan penduduk dunia manakala benar-benar dilaksanakan.
Itulah sebabnya mengapa pidato Bung Karno itu dikenal pula sebagai “memory of the world” dan Panca Sila dianggap sebagai “ideologi alternatif di Dunia”. Kendati secara resmi tidak menyatakan Panca Sila sebagai falsafah bangsanya, nilai-nilai Panca Sila, sadar atau tidak, banyak dipraktikkan di negara negara lain. Di Jepang misalnya.uang tip yang anda berikan kepada pelayan, tak akan pernah diterima, karena uang tip itu dianggapnya bukan haknya. Kalau anda penasaran, lalu meletakkannya di atas meja, maka si Pelayan akan berusaha memanggil anda untuk mengingatkan bahwa anda meninggalkan sesuatu. Memang, si Pelayan sudah menghayati benar, mana yang menjadi haknya dan mana yang menjadi hak orang lain. Ada batas jelas dan tegas di sana. Mana yang hak dan mana yang wajib.
Di Australia, ada cerita lain. Seorang Menteri dikabarkan mengundurkan diri. Apa gerangan kesalahannya ? Ternyata hanya karena ia ketika mengendarai kendaraan, telah melanggar tanda lalu lintas. Ia merasa bertanggungjawab, sebagai Menteri tidak pantas melakukan perbuatan yang demikian. Ia memutuskan, mundur dari jabatan sebagai Menteri !
Cuma sampai di bibir
Kalau di banyak belahan dunia ini, Panca Sila itu telah dipraktikkan dalam kehidupan sehari hari, tidak demikian dengan kita. Benar, kita mengagung agungkannya, tapi sayang hanya sampai di “bibir”. Melalui Kepres No.24 Tahun 2016, hari lahir Pancasila itu telah ditetapkan sebagai hari libur nasional.Artinya, setiap tanggal 1 Juni, kalender ditandai warna merah. Hari libur yang selama ini sudah lebih dari 35 hari dalam setahun ditambah lagi dengan libur baru untuk melupakan pelayanan publik.
Sebaliknya, dalam kehidupan kesehari harian kita, yang terjadi adalah tingkah laku yang bertentangan dengan Panca Sila. Dari proses persidangan SYL yang mantan Menteri Pertanian misalnya, terungkap betapa rakusnya sang Menteri yang berasal dari Partai Nasdem itu. Ia tak pernah puas dengan gaji serta fasilitas yang diperolehnya sebagai Menteri yang sudah sangat aduhai. Semua kebutuhan isteri, anak serta cucu dibebankan kepada negara.Bukan itu saja. Juga segala macam pembiayaan foya-foya dengan “gula-gula”. Korupsi “gila-gilaan” lainnya yang kini siap disidangkan di depan Meja Hijau adalah korupsi tambang timah illegal. Kerugian negara, luar biasa. Rp 300 triliun ! Belum lagi cerita illegal mining lainnya, di samping illegal fishing, illegal loging dll.
Korupsi, nampaknya akan terus menggerus negeri ini. Betapa tidak. Lebih dari 3.000 ASN kita tersangkut korupsi.Jumlah Menteri/Lembaga Negara yang tega mengganyang uang rakyat tak kurang dari 30 orang. Begitu juga dengan Kepala Daerah/Wakil.Lebih 450 orang. Sedang mereka yang diberi kepercayaan oleh rakyat untuk menjadi wakilnya di lembaga Legislatif tetapi menghianatinya, tak kurang dari 503 orang.
Sungguh, Panca Sila hanya agung, indah di atas kertas. Dalam skripsi,tesis atau disertasi, senantiasa menjadi kaitan utama . Dalam kehidupan sehari hari tak lebih dari live service belaka. ***