Oleh : Dr. KRMT Roy Suryo (Pemerhati Telematika, Multimedia, AI & OCB Independen)
SELAMA ini sudah banyak saya sengaja tidak berkomentar dan-atau menolak menjadi Narasumber dari Kasus Vina yang terjadi 8 tahun silam (2016) tersebut. Bagaimana tidak? Kasus yang sebelumnya melibatkan “orang-orang yang bukan siapa-siapa” ini tampak sekali Blow-up pemberitaannya. Sudah hampir sebulan ini, tiap malam semua media mainstream memberitakan sampai membuatkan dialog-dialog siaran langsung terus menerus kasus ini. Mulai dari munculnya orang-orang yang bermaksud membela satu pihak versus pihak lainnya, komentator lokal yang bersuara hanya berdasarkan cerita sampai bisa-bisanya kesurupan dijadikan fakta.
Lebay, kalau kata masyarakat sekarang ini, sebab sampai ada TV yang menayangkan Topik yang sama selama 2-3 minggu berturut-turut untuk acara Dialog Live-nya, sampai-sampai dalam edisi minggu lalu tampak seperti mengada-ada, baik Topik yang dibahas maupun Narasumbernya. Belum lagi kelau melihat isi pemberitaannya, tampak tidak ada topik lain yang sebenarnya jauh lebih layak dibahas selain topik ini. Dalam diskusi live tersebut sampai2 diskusi hanya berisi Debat kusir antar Narasumbernya yang sangat konyol dan tidak mencerdaskan bahkan bisa disebut membodohi masyarakat.
Padahal sebenarnya sebagaimana yang seharusnya diberitakan, justru sangat banyak topik berita yang jauh lebih penting dibahas dan didiskusikan selain melulu hanya topik ini, mulai dari Kasus Korupsi Timah 271 Trilyun yang sampai terjadi “saling intip” 2 Institusi penegak hukum, kasus TAPERA yang sangat memberatkan masyarakat karena sangat tidak masuk akal dan dikhawatirkan hanya akan menjadi Ajang Korupsi baru, sampai kasus lain seperti Putusan MA soal batas usia Calon Kepala Daerah yang sangat tampak ada pesanan oknum tertentu.
Kasus-kasus yang sejatinya lebih penting di atas sebenarnya jauh lebih krusial untukmendapatkan porsi pemberitaan yang lebih besar dibandingkan dengan hanya mengulang-ulang statemen dari pihak-pihak di kasus tahun 2016 tersebut . Dampak yang akan dirasakan masyarakat jauh lebih besar akibatnya kalau kasus Korupsi Timah, Pemotongan TAPERA sampai ke Calon Kepala/Wakil Kepala Daerah belum cukup umur lagi yang diloloskan dari Peraturan yang seenaknya diubah tersebut. Jadi di sinilah tampak kalau pemberitaan berlebihan kasus Vina ini malah ditengarai memang digunakan untukmenutup-nutupii kasus-kasus besar tersebut.
Setelah selama ini topik yang dibahas tampak “jauh panggang dari fakta” misalnya hanya berdasar Ilusi Film yang sengaja dibuat berjudul “Vina sebelum 7 hari”, kejadian Halusinasi “Kesurupan” yang tidak bisa dijadikan fakta hukum, sampai ke munculnya nama-nama baru yang berani mengaku sebagai “Saksi-saksi Fakta” kasus yang terjadi tgl 27/08/2016 silam tersebut. Kini mulai muncul bukti baru berupa Screenshot/Tangkapan Layar CCTV (Close Circuit TeleVision) yang disebut-sebut berasal dari kasus tersebut . Screenshot yang masih berupa Kolase ini memang belum bisa diuji kebenarannya, apalagi disebut-sebut hanya berasal dari pihak ketiga yang memposting di Akun TikTok dan IG.
CCTV yang belum bisa diuji kebenarannya ini memang penting untuk ditandaskan sebelumnya, karena seharusnya CCTV yang bisa digunakan sebagai Alat Bukti -sesuai Pasal 5 dan 6 UU ITE- adalah bukan hanya berupa ScreenShot saja tetapi Rekaman Video Utuh yang bisa diputar untuk dianalisis kualitas Video dan Metadata asli CCTV tersebut. Secara teknis, Rekaman CCTV dalam DVR / Digital Video Recorder biasanya memang bertahan 1-2 bulan (kalau Harddisknya berkapasitas 500GB sd 1TB saat itu). Kalau sekarang mungkin saja Harddisk DVR di CCTV bisa sampai berkapasitas 2TB – 4TB, tetapi itu juga tidak akan bisa menyimpan sampai 8 tahun (2016 sampai 2024).
Secara teknis kalau melihat Screenshot- Screenshot CCTV yang sekarang ditampilkan, jelas ada Rekaman Videonya yang utuh dan ada kesengajaan untuk”disimpan” mulai dari peristiwa tersebut sampai sekarang, karena adegan yang ditampilkan cukup signifikan, mulai dari Genk Motor yang berkerumun, Ada yang membawa Balok Kayu ukuran besar, sampai kepada terekamnnya sosok wanita lain (selain Vina) dalam CCTV tersebut. Secara teknis juga kualitas dari Rekaman CCTV ini cukup jelas dan layak untuk dianalisis, karena teknologi th 2016 meski belum berkualitas HD / 4K seperti kamera sekarang, tidak Low-Res sehingga bisa ditelaah secara ilmiah.
Apalagi disebut-sebut Jumlah CCTV yang ada di TKP sebenarnya bukan hanya 1 (satu) tetapi sampai berjumlah 7 (tujuh) Kamera CCTV, mulai dari Perempatan, Perumahan Mewah, Minimarket seperti Indomart & Alfamart sampai ke Jembatan / Fly-over Talun. Kalau melihat Kualitas Screenshot CCTV ini kondisinya jauh lebih bagus dari CCTV di salah satu Pondok Pesantren di Cikarang yang sempat saya dihadirkan selaku Ahli oleh LBH Jakarta di Sidang PN Cikarang th 2022 lalu & Alhamdulillah bisa menjadi Bukti Utama dalam Persidangannya dan membebaskan Pihak yang tidak bersalah.
Sebagaimana kasus Kopi Sianida Jessica di Kafe Olivier yang juga kembali menjadi heboh gara-gara ada Tayangan di NetFlix sebelumnya, CCTV di kasus itu diragukan di Sidang karena Penangangan CCTV-nya tidak sesuai ProTap Alat Bukti karena hanya diambil dari USB Flashdisk dan bukan dari DVR Aslinya. Apalagi kalau memang benar sebenarnya Rekaman CCTV kasus Vina ini sudah “disimpan” selama 8 tahun dan tidak ditampilkan di Sidang bulan Februari 2017 silam gara2 “tidak ada Ahli” (?), sungguh sangat absurd mengingat sejak 2004 saja saya sudah sering dihadirkan untuk kasus seperti ini.
Kesimpulannya, munculnya Screenshot- Screenshot CCTV yang baru ditampilkan sekarang ini semakin menambah kecurigaan saya terhadap kasus ini, jelas ada tampak kesengajaan untuk”membuat panjang” pengungkapan kasusnya dan sekali lagi dimungkinkan untuk menutupi kasus-kasus besar lainnya di atas (Korupsi Timah, TAPERA, Putusan MA bahkan kasus lama soal Kilometer 50). Siapa (Oknum) “sutradara” di balik semua Pemberitaan yang -disengaja- dibuat panjang ini? Kasihan masyarakat, harus terbebani lagi dengan perbincangan yang sebenarnya tidak perlu gara-gara negara yang makin tidak baik-baik saja ini. – ***