Oleh : Dedi Asikin (Wartawan Senior, Pengamat dan Aktivis Sosial)
REAKSI pro kontra atas keluarnya PP 25 tahun 2024 tentang pemberian Izin Wilayah Usaha Pertambangan Khusus kian marak.
Dari kalangan non Islam ada Perhimpunan Mahasiswa Katholik Republik Indonesia (PMKRI) tegas menolak PP itu dan akan menggelar demo.
Ada lagi Center of Energy and Resources Indonesia (CERI).
Direkrut Eksekutif CERI Yusri Fauzan Usman menyebut PP itu bertentangan dengan UU Minerba (UU 3 tahun 2020)
Mana boleh ada peraturan yang bertentangan dengan UU yang berada di atasnya.
Karena itu, kalau perlu CERI bersama pegiat penjaga sumber daya alam yang lain akan mengajukan judicial review PP itu ke Mahkamah Agung.
Yusri menyebut ormas keagamaan itu tidak layak masuk ke lobang tambang.
Pertambangan itu penuh noktah merah.
Soal kerusakan lingkungan dan perubahan status lahan menjadi salah satu.
Pokoknya sulit menegakan amar makruf nahi munkar di sana.
Ormas Keagamaan itu sepatutnya tetap mengembangkan potensi yang relevan dengan kearifan dan moral. Misalnya bidang pendidikan, kesehatan dan perdagangan yang tidak lepas dari kendali moralitas.
Lalu Prof Din Syamsuddin, menyebut bahwa pemberian Izin seperti dimaksud PP 25 itu bisa menjadi jebakan. Karena itu Din berharap NU dan Muhammadiyah menolak penawaran pemerintah itu.
Menurut pengamat dan pegiat politik serta mantan ketum PP Muhammadiyah (2005-2015) wilayah Usaha Pertambangan syarat dengan praktek kemungkaran. Mulai dari pengrusakan lingkungan dan struktur lahan, sampai korupsi dan manipulasi.
Organisasi keagamaan sebaiknya tidak masuk kepada bagian yang menimbulkan masalah, tetapi harus menjadi bagian dari solusi masalah.
Meski begitu Din tetap apresiatif terhadap kebijakan pemerintah memberi peluang kepada Ormas Keagamaan untuk ikut serta memanfaatkan sumber daya alam.
Tetapi timingnya terlambat. Sekarang ini dunia sedang protes terhadap penggalian bahan fosil, terutama batu bara. Bahan tambang yang satu ini dikenal paling jorok dan menimbulkan penipisan kerak bumi dan menimbulkan cuaca ekstrem.
Nah itulah letak jebakannya. Bisa bisa ormas keagamaan “katempuhan buntut maung” (mendapat kesulitan yang disebabkan kesalahan orang lain)
Diketahui Bahlil Lahadalia sebagai leading sektor PP 25/24 itu rencananya memberikan lahan tambang batu baru pada bekas PKP2B (Perjanjian Kerja Pertambangan Batu Bara) .
Yang namanya bekas tentu tak mustahil ada atau malah banyak masalah.
Padahal NU sudah bergerak super cepat.
PBNU sudah menunjuk Bendahara Umum Gudfan Arief Ghofur sebagai penanggungjawab pengelolaan usaha pertambangan.
Alamak, bahaya tah.
Din juga tidak lupa apresiasi langkah pemerintah.
Tapi jika dimaksudnya seperti disampaikan presiden Jokowi, yaitu memberi kesempatan kepada Ormas Keagamaan untuk ikut serta memanfaatkan sumber daya alam serta mengembangkan kesejahteraan ummat, yaitu tadi jangan jangan justru cuman menjadi jebakan.
Kalau maksudnya balas jasa, pastilah tidak seimbang. Menurut Din ormas keagamaan itu sudah terlalu banyak jasanya untuk ummat, bangsa dan negara.
Ada lagi komentar yang ujung ujungnya membuat tak enak di hati.
Menteri Kehutanan dan lingkungan hidup Siti Nurbaya selain idem dito pada ucapan presiden Jokowi dia menambahkan, dari pada repot repot bikin proposal minta bantuan pan mending mengelola lahan.
Waduh itu ibu menteri ngomong kok ora disaring.
Bagi kita sesungguhnya terutama organisasi keagamaan Islam yang penting menjaga
agar para kiyai tidak masuk sarang penyamun.- ***