Ia menambahkan eksplorasi alam itu telah terbukti merusak lingkungan dan pemanasan global.
Nahdatul Wathan Diniyysh Islamiyah (NWDI)
Ketua NWDI Tuan Guru Barang (Muhammad Majdi) mengaku selain tidak memiliki investasi dan manajemen pertambangan, juga ingin tetap berpegang pada prinsip “mashail syari’ah” (tujuan syariat untuk kemaslahatan ummat) dan konsern pada pemeliharaan lingkungan.
Muhammadiyah
Sekjen Prof Abdul Mu’ti mengaku menghargai keputusan pemerintah. Namun pihaknya tidak akan tergesa-gesa memutuskan. Akan mengkaji secara cermat terlebih dahulu.
Tapi melihat sikap tegas dari tokoh Muhammadiyah yang kharismatik, kemungkinan besar oraganisasi keagamaan terbesar kedua itu, tidak akan memanfaatkan peluang itu. Adalah Prof Din Syamsuddin dan Prof Amien Rais (keduanya mantan Ketum) telah meminta agar Muhammadiyah menolak kesempatan itu. Menurut keduanya, lubang tambang itu banyak mudharatnya.
Jadi yang sudah pasti menerima baru satu, yaitu Nahdlatul Ulama. Hal itu diakui oleh Ketum PB NU Yahya Cholil Staquf, juga dibenarkan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia.
Kata Bahlil, keputusan penunjukan akan diberikan secepatnya setelah PB NU memenuhi segala persyaratannya.
Menurut informasi, lokasi yang akan diberikan adalah lahan hasil penciutan dari izin usaha pertambangan PT Kaltim Prima Coal.
KPC itu adalah anak perusahaan PT Bumi Resourses Tbk milik Bakrie Grup.
Lahan yang berada di blok Rantau Pulung dan Sangatta Kutai Timur Kaltim itu sudah ditambang KPC selama 39 tahun dan telah menghasilkan 62 juta ton batubara.
Pada saat perpanjangan izin tahun 2021, ada lahan penciutan dari semula 82.938 menjadi 61.543 hektar (23.395 ha).
Lahan hasil penciutan itulah yang akan diberikan kepada Nahdlatul Ulama.
Yang namanya lahan bekas tentu tidak ada jaminan kualitas. Jangan-jangan NU benar-benar kena jebakan. Bukan dapat untung malah ketiban Pulung. Katempuhan buntut maung.- ***