Dalam 6 bulan terakhir (tahun 2017) nama dan kegiatannya muncul dalam 8.401 berita media (cetak dan online mainstream).
Hubungan dengan media sangat dekat, mudah ditemui dan diwawancara. Kepada PR (Humas) selalu meminta menginformasikan apa adanya. Apa yang sesungguhnya terjadi.
Kepada media ia meminta, yang baik diberitakan baik. Yang tidak atau kurang baik, tetap diberitakan untuk dijadikan perbaikan ke depan.
Dalam momen itulah kang Aher mengungkap gerentes hatinya tentang jurnalistik tabayyun itu. Yaitu informasi yang tidak langsung disampaikan.
Tabayyun itu sendiri berarti mencari kejelasan tentang sesuatu informasi sebelum disebar di ruang publik. Yang harus melakukan tabayyun itu semua pihak, petugas pemerintah, pers bahkan juga orang per orang.
Di era digital ini, semua orang bisa jadi jurnalis. Ia mendapat berita, menulis dan langsung menyebarkan. Sekarang ada jurnalistik khalayak.
Negatifnya ya informasi itu bertebaran tanpa kendali. Tanpa dicek dan receck tentang kebenarannya. Itulah yang disebut berita hoax.
Selain tidak benar, info hoax itu bisa menimbulkan huru hara dan perpecahan.
Aher juga menyebut bahwa informasi hoax itu sudah ada sejak zaman rosul. Salah satu contoh fitnah al Walid bin Urwah kepada bani Mustahiq yang hampir menimbulkan peperangan.
Berita yang disebar setelah tabayyun, kata kang Aher, akan memenuhi unsur siddiq (benar). Wartawan harus berpihak kepada kebenaran. Kemudian amanah (terpercaya), dan fathonah (mencerdaskan).