Oleh : Dedi Asikin (Wartawan Senior, Pengamat dan Aktivis Sosial)
KETIKA dibentuk tahun 2017, banyak orang tercenung, bingung. Bagaiamana mungkin para pengurus Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) itu bisa berhasil dengan baik.
Terlalu banyak bingkai yang membalutnya.
Prinsip syari’ah (Islam), nirlaba, kehati hatian, transparan dan accountable. Bahkan ada ancaman, kalau rugi atas kesalahan managemen, mereka secara tanggung renteng harus mengganti. Sementara di balik itu, mereka terus harus mengembangkan nilai manfaat.
Dana yang tersedia harus terus mendapat nilai tambah. Tapi mereka tidak boleh mencari untung (nirlaba)
Segala transaksi harus dilakukan dengan prinsip syari’ah.
Mereka itu ibarat kate disuruh lari dengan kaki terikat.
Karena itu, dalam tahun tahun awal, Anggito Abimanyu sebagai ketua Badan Pelaksana masih meneruskan pola lama, deposito, SBSN dan Sukuk. Ada juga dalam bentuk emas, tapi hanya sekitar 5% saja.
Ada banyak saran yang masuk. Misalnya membeli pesawat sendiri, membangun perhotelan di Saudi Arabia. Bahkan ada yang usul membangun bandara haji.
Itu usul memang baik. Tapi mungkin agak mustahil dilaksanakan.
Membeli pesawat sendiri, pasti ada problem dengan Garuda dan maskapai Saudi Arabia.