Itu dilakukan karena oplah surat kabar rendah sekali. Hasil yang ditemukan waktu itu, pertama daya bayar (capacity to pay) yang rendah. Boro boro beli koran buat beli beras saja kurat karet.
Yang kedua reading habbit (budaya baca) juga rendah. Boro boro baca koran atau majalah seharian ada di ladang atau sawah.
Yang ketiga, koran tidak sampai ke pedesaan. Jadi ada trabel jarak jangkau. Itu barang tidak sampai di desa-desa.
Lalu pemerintah mengembangkan program koran masuk desa (KMD). Sejumlah penerbit diberi subsidi untuk biaya pengiriman.
Selain itu pemerintah (Departemen Penerangan) juga mengembangkan program Klompencapir ( Kelompok Pendengar (Radio ) Pembaca (koran) dan Pirsawan (Televisi).
Bahwa sampai sekarang kebiasaan atau minat baca orang Indonesia masih meble, ini sing aku ora ngerti.
Padahal membaca itu penting. Padahal membaca itu sumber segalanya dalam kehidupan. Padahal membaca itu perintah Allah yang pertama kepada rosul Muhammad.
Jumhur ulama sepakat bahwa surat dan pertama yang turun adalah al alaq, bukan al fatihah.
Iqro bismi rabbika lazii halaq (Bacalah dengan nama Allah yang menciptakan).
Padahal Allah tahu bahwa Muhammad tidak bisa membaca.