Oleh : Dedi Asikin (Wartawan Senior, Pengamat dan Aktivis Sosial)
KEMARIN saya naik ojek. Sudah lama tak berani stir mobil. Si butut (kata cucu) ngajugrug aja di depan rumah.
Waktu pilpres milih saha, tanya saya kepada Tata (nama tukang ojek itu).
Prabowo pak!
Naha ?
Hawatos tos 3 kali keok wae.
Tah ning meunang.
Tapi da abdi mah tetap we ojeg, ongkos ngajegang, sambil nyekikik dia.
Moal janten Komisaris BUMN. Komo menteri mah, pimanaeun.
Eta oge aya, beas Prabowo 10 kilo waktos masa kampanye ti pa RT.
Tadi malam saya membaca berita di Tiktok. Judulnya agak nyundul. “Belum dilantik 12 pendukung Prabowo Gibran sudah diangkat jadi Komisaris BUMN”. Di sana ada nama Fuad Bawazir, Burhanudin Abdullah, Grace Natalie, Fauzi Baadillah, Andi Arief dan lain-lain.
Tidak terlalu kaget memang. Seperti kata teman saya aktivis Tasik Selatan.
Itu sudah biasa tak usah heran, katanya.
Di dalam Islam ada petuah, jangan melupakan kebaikan orang sekecil apapun.
Iyalah, tapi ini terlalu kacida teuing. Entar dulu atuh, jadi ge acan.
Nanti dibilang memaksa Tuhan menurunkan takdir.
Hak manusia kan cuma ikhtiar dan berdoa.
Jangan salah nepotisme itu sering kali berkonotasi negatif. Itu bagian dari tiga serangkai perilaku buruk, korupsi, kolusi dan nepotisme. Makanan empuk KPK dan APH lain.
Nepotisme berlatar belakang balas budi itu, marak sekali pada rezim Joko Widodo.
Wong Solo itu termasuk orang yang tahu balas budi rupanya.
Hampir semua teman dekat dan pendukung sudah dikasih jabatan.
Ada yang jadi Direktur atau Komisaris BUMN, Duta Besar, bahkan Menteri.
Terakhir Budi Ari Setiadi. Komandan Pro Jokowi (Projo) itu diangkat jadi Menkominpo menggantikan Johni Gerald Plate yang korupsi.
Lalu ada orang dekat Prabowo yang diangkat Jokowi menjadi menteri. Hanya untuk 3 bulan saja. Mereka adalah Thomas Djiwandono, Sudaryono dan Yuliot Tanjung.
Thomas Djiwandono adalah keponakan Prabowo (putra Sudrajat Djiwandono, mantan gubernur BI era Suharto. Thomas diangkat jadi Wamen (kedua) Keuangan. Misinya untuk memperlancar transisi, masalah keuangan dan APBN. Thomas memang sedikit hafal soal ekonomi dan tata anggaran negara.
Sudaryono adalah mantan sekpri Prabowo. Sebelumnya, ketua DPD Gerindra Jateng itu dipersiapkan untuk nyalon gubernur di Jateng. Tapi Jokowi ingin Jateng itu untuk Muhammad Luthfi.
Kapolda Jawa Tengah itu pernah menjadi pengawal Jokowi.
Dan Sudaryono urung jadi cagub Jateng. Sebagai kompensasi dia diberi jabatan Wamentan meski hanya 3 bulan saja.
Menariknya Sudaryono malah bilang inalillahi usai dilantik Jokowi.
Aneh suraneh memang. Biasanya orang diberi jabatan itu berucap Alhamdulillah.
Kalau Yuliot Tanjung, dia mah pejabat karir. Sudah 36 tahun berkutat di Badan Kordinasi Penanaman Modal. Dengan jadi Wamen Investasi, ia ibarat naik kelas.
Jabatan Komisaris BUMN itu jabatan basah lho.
Take home pay bisa ratusan juta per bulan. Yang besar adalah hak dari laba usaha yang disebut tantiem. Konon komisaris PT Pos saja secara buntel kadut (gaji plus tunjangan) bisa mencapai Rp263 juta. Padahal di era digital ini PT Pos Indonesia termasuk BUMN anak bawang.
Yang wah adalah BUMN kelas kakap seperti Pertamina atau PLN.
Pokoknya karung dah.
Kesimpulan yang ingin saya sampaikan diakhir coretan ini tak lain dan tak bukan, adalah menghapus nepotisme itu, ibarat menegakan benang basah, mustahil dan mustahal.
Mendingan kita nonton aja. Itung-itung lalajo Stand up comedi.- ***