Oleh: Widi Garibaldi
Untuk membuktikan dan meyakinkan masyarakat, bahwa bukan dia pembunuh Vina kekasih Eky, Saka Tatal berani mengangkat sumpah. Bukan sembarang sumpah. Tetapi sumpah pocong ! Tubuhnya dibungkus kain kafan. Tak ubahnya mayat yang siap dimasukkan ke liang lahat. Dari balik kain kafan, ia mengangkat sumpah akan dilaknat Yang Maha Kuasa,manakala berbohong. Tak ubahnya pocong, sumpah itu disaksikan puluhan pasang mata di Padepokan Amparan Jati Cirebon, Jum’at lalu.
Masyarakat haqul yaqin bahwa mereka yang berani mengangkat sumpah pocong tapi bohong, pasti dilaknat. Soalnya, doa sumpah pocong itu amat mustajab. Karma berlaku, musibah pasti tiba.
Saka Tatal ketika Vina dan Eky menemui ajal tahun 2016, tegolong masih di bawah umur. Belum lama berselang, ia sudah menghirup udara bebas karena ia “hanya” menjalani hukuman 8 tahun sedang yang lain, sampai sekarang masih meringkuk di balik jeruji besi karena dijatuhi hukuman seumur hidup.
Baca Juga : Kasus Pembunuhan Vina Cirebon, Pegiat Medsos Minta Masyarakat Harus Cerdas dan Tidak Tergiring Opini Sesat
Walaupun telah bebas, Saka Tatal merasa perlu mengangkat sumpah, untuk membersihkan namanya sebagai mantan Narapidana, apalagi pembunuh. Sebelum dijatuhi hukuman 8 tahun, dalam pemeriksaan yang dilakukan oleh Iptu Rudiana, ayah Eky, ia mengaku disiksa, disetrum dan dikencingi. Iptu Rudiana sendiri yang semula juga menyatakan berani bersumpah apapun, termasuk pocong, ternyata tidak memperlihatkan batang hidungnya di Padepokan Amparan Jati Cirebon itu.
Walaupun menggunakan kain kafan yang lazim dikenakan pada mayat yang hendak dikubur, sumpah pocong sendiri sebanarnya tidak dikenal dalam ajaran Islam. Sumpah yang istimewa ini telah menjadi tradisi dalam masyarakat yang meyakini bahwa mereka yang berani melakukannya pasti tidak berbuat apa yang ditudingkan kepada mereka.
Sumpah Pemutus
Dari buku “Hukum Acara Perdata” karangan Prof. Krisna Harahap diketahui bahwa sumpah pocong itu tergolong sumpah pemutus. Artinya, siapa berani bersumpah akan mengakhiri proses perkara, yakni perkara perdata. Bukan pidana. Manakala tidak ditemukan bukti lain, sehingga sulit ditentukan siapa yang benar dan siapa yang salah maka salah satu pihak yang bertikai dapat meminta agar lawannya mengangkat sumpah pemutus.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 1930 KUHPerdata, Hakim tidak berwenang untuk menolak permintaan itu. Siapa yang berani mengangkat sumpah, berarti ia akan memenangi perkara, kendatipun sesungguhnya ia berada dalam posisi salah. Yang takut bersumpah, dianggap kalah. Karena itu, yang tidak berani mengangkat sumpah boleh mengelak dengan melemparkan keharusan bersumpah itu kepada lawannya.
Sang lawan terpaksa menerima tantangan. Mengangkat sumpah. Ia tidak dibenarkan melemparkan kembali keharusan ini. Logis, jangan sampai terjadi ibarat orang main ping pong.
Sumpah pemutus biasanya hanya ditemukan dalam proses hukum perdata.Maklum yang dicari hanya sekedar kebenaran formil (formele waarheid) belaka, bukan kebenaran yang hakiki seperti di dalam proses pidana.
Walaupun telah mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK), poses sidangnya hingga kini belum dimulai. Artinya, sumpah pocong yang dilakukan oleh Saka Tatal itu terjadi diluar proses sidang pengadilan. Mungkin, itulah sebabnya mengapa Iptu Rudiana tidak hadir dan memenuhi janjinya untuk bersumpah. Karena itu, pengakuan Saka Tatal bahwa dia bukan pembunuh Vina dan Eky dan dalam pemeriksaan Polisi ia telah mengalami penyiksaan, belum dapat dibuktikan secara hukum.
Memang, permohonan Peninjauan Kembali (PK) Saka Tatal ini perlu dituntaskan agar kebenaran yang sesungguhnya dapat diperoleh. Perkara Vina-Eky yang terjadi 8 tahun yang silam dan kini beritanya setiap hari muncul di layar kaca, semakin menjadi bukti bahwa upaya menemukan kebenaran itu jauh lebih sulit dibanding mencarinya.***