Salah satu pokok soal, menurut mereka, AH ini terkesan diam di tempat. Padahal dia itu sudah diputuskan sebagai calon presiden atau wakil dari Golkar, gak jadi jadi. Bagi Golkar menduduki jabatan pemimpin nasional itu merupakan cara untuk bisa melaksakan program partai.
Iyalah, itu mah strategi semua partai. Harus punya kuasa, baru bisa mengatur segala.
Tapi memang AH tak berani beranjak. Efektivitasnya jeblok. Nyaris tak masuk bilangan. Yang bisa dilakukan cuma kongkow-kongkow dengan teman koalisi Indonesia Bersatu (PPP dan PAN). Setelah PPP hengkang dan gabung dengan PDIP, Airlangga makin bingung. Dengan PAN memang memenuhi ambang batas (Golkar 14 dan PAN 7 %).
Tapi mau nyalonin siapa ? Sejuta % pasti kalah kata Ridwan Hisyam.
Kemudian keduanya (Golkar dan PAN) gabung ke KIM mendukung Prabowo dan Gibran Rakabuming Raka.
Lah tiba-tiba sekarang Airlangga mundur (dikudeta ?) tentu saja menebar tanda tanya ? Ada apalagi ?
Kasihan deh itu pohon (beringin) tua, digoyang terus. Bisa-bisa runtuh beneran tuh.
Rupanya kali ini mereka tidak ambil opsi munaslub, tapi langsung Munas (Desember).
Rapimnas segera digelar untuk memilih pelaksana tugas Ketua Umum.
Qou vadis Golkar.-***