Oleh : Dedi Asikin
ADA pendapat bahwa pertikaian yang berulang ulang terjadi di tubuh partai Golkar, salah satunya karena tidak ada figur kharismatik.
Berbeda dengan masa orde baru. Figur jendral Suharto sebagai ketua Dewan Pembina sangat menentukan.
Tak ada yang berani melawan apalagi menentang. Semua tunduk dan patuh.
Kata-katanya ibarat sabda raja yang harus dilaksanakan. Sandiko dalem.
Sistim kepengurusan yang berbau militerisme juga menghadirkan disiplin yang kuat.
Sejak dibentuknya sebagai organisasi kekaryaan, Golongan Karya, ketua umumnya selalu dijabat tentara. Mulai dari Brigjen Djuhartono sampai Letjen Wahono. Dan semua itu harus atas anggukan kepala sang ketua pembina.
Tahun 1993 jabatan ketua umum baru diserahkan ke tokoh sipil.
Menteri Penerangan Harmoko adalah orang sipil pertama yang disetujui Suharto memimpin partai mayoritas tunggal itu.
Secara idealisme dan sejarah prasa kekaryaan sudah lahir sejak 1940.
Adalah Bung Karno, Mr.Supomo dan Ki Hajar Dewantara yang menggagas adanya golongan fungsional dalam struktur pemerintah jika telah merdeka.
Dan itu yang dilaksankan Bung Karno. Dalam sistim perwakilan di parlemen, ada utusan fungsional yang menjadi anggota DPR.