Oleh : Dedi Asikin
KATA penculikan dalam peristiwa Rengasdengklok, dianggap shodanco (kapten Peta) Singgih terlalu didramatisir.
Yang lebih pas barangkali pengamanan, katanya kepada wartawan Mahbub Djunaedi (1975).
Drama itu terjadi karena perbedaan sudut pandang antara pejuang muda dengan senior mereka, khususnya Sukarno-Hatta.
Para pejuang muda ingin proklamasi sekarang juga. Memanfaatkan momentum kekalahan Jepang, menyusul luluh lantahnya Hiroshima dan Nagasaki. Kedua kota industri itu hancur dihantam bom atom Amerika Serikat.
Sementara golongan tuir santai santai saja. Kemerdekaan itu akan dihadiahkan Dai Nippon.
Sukarno dan Hatta, tanggal 9 Agustus sudah ketemu panglima perang Jepang Jendral Hithosi Imamura di Dalat Vietnam.
Katanya, Jendral Hithosi menjanjikan tanggal 25 Agustus itu hadiah akan diberikan, secara bertahap.
Tapi kelompok muda dipimpin Chairul Saleh, gak mau menunggu itu. Merdeka sekarang juga. Lagian kemerdekaan sebagai hadiah itu akan merendahkan harga diri bangsa. Kita akan diperolok olokan.
Dai Nippon memang sudah lama menjanjikan hadiah kemerdekaan itu.
Tanggal 7 Sepetember 1944, panglima perang Jepang Jendral Terauchi, menyampaikan pesan Kaisar, janji mau memberikan kemerdekaan kepada Indonesia, pada suatu saat nanti.