Ilustrasi korban pencabulan yang diduga dilakukan oleh Panji Gumilang, pemimpin pondok pesantren Al Zaytun Indramayu.
KORANMANDALA.COM – Janda dua orang anak mantan pegawai Pondok Pesantren Al Zaytun, Indramayu, berinisial K, tak ingin melanjutkan perkara dugaan pencabulan yang dilakukan oleh Panji Gumilang.
Padahal, perkara tersebut sudah pernah diproses di Polda Jawa Barat, setelah K melalui kuasa hukumnya, Anom Joemaidi membuat Laporan Polisi (LP) pada tahun 2021, atas nama terlapor Panji Gumilang.
Dua alat bukti yang digunakan sebagai syarat pembuatan LP atas dugaan pencabulan oleh pimpinan Al Zaytun di Polda Jawa Barat, itu tak memuluskan upaya menyeret terlapor ke jeruji besi.
Peristiwa kelam yang dialami K, selaku pelapor dan juga korban dugaan pencabulan oleh Panji Gumilang selama hampir tiga tahun sejak 2018, terhenti begitu saja.
Kini, Pondok Pesantren Al Zaytun berikut pimpinannya, Panji Gumilang kembali menjadi sorotan publik. Kabar dugaan pencabulan yang diduga dilakukan pria kelahiran Gresik 30 Juli 1946, itu kembali muncul ke permukaan, ditengah kasus kontroversial lainnya.
Munculnya kabar dugaan pencabulan oleh Panji Gumilang ke sejumlah korban, mengemuka ketika para demonstran yang mengatasnamakan Forum Indramayu Menggugat (FIM) demo di depan Pondok Pesantren Al Zaytun, Indramayu, pada Kamis, 15 Juni 2023.
Atas mengemukanya kasus dugaan pencabulan oleh Panji Gumilang ini, Anom Joemaidi kemudian mengingat kembali saat dirinya bersedia dengan sukarela menjadi kuasa hukum K.
Dia lantas menceritakan peristiwa kelam kliennya, dimana harus melayani nafsu bejat Panji Gumilang, hingga perkara yang telah di LP-kan ke Polda Jawa Barat dianulir sepihak tanpa alasan yang betul-betul masuk akal secara hukum oleh pelapor.
Seperti apa ceritanya? Simak penuturan Djoemaidi Anom berikut ini!
Nyonya K Ditawari Pekerjaan
Pada tahun 2018, Panji Gumilang sibuk mondar-mandir untuk berkunjung menengok rawa yang dijadikan tambak udang dan lokasi produksi garam miliknya sebagai ekspansi bisnis di wilayah Patimban, Kabupaten Subang.
Anom Joemaidi selaku Kuasa Hukum K, janda dua anak mantan pegawai Al Zaytun yang diduga dijadikan budak seks oleh Panji Gumilang.(Koran Mandala/Reza Deny)
Disela-sela kunjungannya dari Pondok Pesantren Al Zaytun ke Subang itu, Panji Gumilang kerap menepi ke sebuah warung makan kecil yang masih berada di wilayah Indramayu untuk mengisi perutnya.
Tepat di hari itu, saat mengisi perut untuk bekal perjalanan, Panji Gumilang bertemu dan terkesan dengan seorang wanita berinisial K.
Wanita itu merupakan putri dari pemilik warung makan yang tengah membantu orang tuanya berdagang.
Melihat perawakan K yang berpostur tinggi, bersuara lembut, dan selalu berpenampilan menarik, Panji Gumilang pun kemudian terpikat.
Sejurus kemudian, ia berdalih menawarkan pekerjaan ‘yang lebih layak’ kepada K, dengan maksud dugaan bisa berhubungan lebih dekat.
K yang berstatus janda dua orang anak dari seorang polisi pun mengamini tawaran pekerjaan yang ditawarkan Panji Gumilang. Karena memang saat itu, K membutuhkan uang untuk biaya kehidupan sehari-hari.
Tanpa basa-basi, Panji Gumilang memintanya untuk mengelola penerbitan buku. Terlebih lagi, kedua anak dari K dijanjikan bisa menimba ilmu di Ponpes Al Zaytun secara gratis.
Baca juga: Cep Otong Tunggu Ketegasan Pemerintah Menindak Ponpes Al Zaytun
“Statusnya saat itu janda dua orang anak. Dia (Nyonya K) berpikir ada baiknya kerja di Zaytun. Satu, mikirnya anaknya bisa masuk pesantren gratis dan dua dia dapat salary (gaji) untuk kebutuhan hidupnya tanpa sosok suami,” kata Anom.
Sayangnya, tawaran pekerjaan untuk mengelola penerbitan buku tidak pernah terwujud. Sebab, K dipekerjakan sebagai penanggung jawab pasar di Cikampek, Kabupaten Karawang, satu diantara sekian banyak lini bisnis milik Ponpes Al Zaytun.
Saat bekerja sebagai penanggung jawab itu, K juga tidak mendapatkan tempat tinggal yang layak.
Meski jadi penanggung jawab, mau tidak mau, K juga harus ikut berdagang menjual buah-buahan, beras, garam, dan lainnya. Paling miris, K harus tidur di lapak yang digunakan untuk ia berdagang di dalam pasar.
“Selaku penanggung jawab, ditempatkan di Cikampek (pasar). Di sana tidak diberi penginapan, tidurnya di dalam pasar,” tutur Anom sembari kembali mengingat keterangan kliennya.
Selang beberapa bulan, K didatangi seorang pria berinisal PH, orang suruhan Panji Gumilang yang ditugasi untuk mengecek kinerjanya. Mengingat, selama K menjadi penanggung jawab, bisnis itu menuai hasil yang positif.
Namun, PH yang berstatus duda ini terbilang mata keranjang karena terus berusaha merayu dan menggoda K.
Kelakuan ganjen PH ini tak lama sampai ke telinga Panji Gumilang. Sontak saja pemimpin ponpes itu naik pitam dan memindah tugaskan K ke Indramayu, tepat di Gedung Wijen yang masih berada di area Ponpes Al Zaytun.
“Berapa bulan di situ (pasar), didatangi orangnya PG yang berstatus duda, dirayu klien kami. Rayuan itu terciumlah oleh PG. PG marah besar dan klien kami ini langsung ditarik ke Indramayu,” ujarnya.
Diasingkan dan Dijadikan Budak Seks
K kemudian menceritakan kepada Anom, bahwa dirinya ditempatkan di Gedung Wijen yang menjadi tempat pengolahan gabah menjadi beras. Lokasi gedung itu cukup jauh dari aktivitas Ponpes Al Zaytun. Sebab jauh lokasinya sekitar 2 kilometer.
“Saat di internal (Indramayu), dia dijauhkan dari keramaian Al Zaytun, sekitar 2 kilometer. Namanya Gedung Wijen, tempat produksi gabah menjadi beras yang diambil dari petani,” ucapnya.
Saat tinggal di Gedung Wijen, K dibuatkan ruangan khusus dilengkapi toilet yang sengaja dipisahkan dari toilet yang digunakan oleh pegawai lainnya. Dari situlah awal mula gelagat bejat Panji Gumilang mulai terendus oleh K.
Panji Gumilang melontarkan rayuan-rayuannya disertai tindakan paksa kepada K, dengan maksud agar dapat berhubungan badan dengannya.
Rayuan ini pun ditolak mentah-mentah oleh K dengan alasan bukan mahromnya. Tetapi di situ Panji Gumilang tak kehabisan akal, dia kemudian menyampaikan dalil-dalil kepada K agar mau melayani hasrat birahinya.
Akhirnya, K luluh dan tidak bisa lagi mendebat pernyataan-pernyataan Panji Gumilang.
“Ketika itu dirayu (korban) menolak, bukan mahrom. Tapi PG pandai mendalilkan agama. Dia meyakinkan korban, harus yakin, harus percaya, bahwa dia adalah imam. Akhirnya luluh, tidak mendebat atau melawan,” kata Anom seraya menirukan ucapan Panji Gumilang berdasarkan keterangan kliennya.
Berkat dalil-dalil agamanya, Panji Gumilang bisa melampiaskan hasrat kebinatangannya kepada K di toilet khusus itu, sehingga teriakan maupun suara tangisan tidak terdengar.
Kendati begitu, Anom meyakini pegawai berinisial LG yang bekerja di Gedung Wijen mengetahuinya.
“Suatu ketika PG datang diantar oleh sopirnya yang jaraknya cukup jauh dari lokasi kejadian. Persetebuhan atas dasar paksaan terjadi di atas closet, klien kami disuruh menungging. Dilakukan dengan gaya dari belakang seperti binatang, dia berontak enggak bisa apa-apa, dia dipaksa, ditarik. Sopir enggak akan tahu karena jaraknya jauh. Di situ padahal ada pegawai lainnya yang bernama LG,” tuturnya Anom.
Kelakuan bejat Panji Gumilang kepada K ini dilakukan secara kontinyu dan terjadi dalam rentang waktu tiga tahun atau tepatnya sejak 2018 sampai 2020. Selama hampir tiga tahun itu, K terpaksa melayani kebiadaban nafsu binatang atasannya.
“Selama hampir tiga tahun melayani (Panji Gumilang) dari 2018 sampai 2020,” kata Anom menerangkan.
Selama itu pula, ujar Anom, segala aktivitas K selalu mendapatkan pengawalan dari kacung-kacungnya Panji Gumilang.
Pengawalan terhadap K terkesan berlebihan. Kata Anom, kliennya itu dijadikan seperti tahanan, karena tindak-tanduknya selalu diawasi.
“Nyonya K dikawal seperti tahanan, dijadikan seperti budak seks untuk melayani Panji Gumilang. Kehidupannya terpasung dari dunia luar. Bahkan saat bekerja di Al Zaytun, dua sertifikat tanah hak milik Nyonya K ini dikuasai PG. Sampai saat ini masih dalam penguasaan mereka dan belum bisa diambil,” imbuhnya.
Ayah Meninggal Tetap Harus Layani PG
Bak jatuh tertimpa tangga, K yang malang harus menerima kenyataan pahit lainnya pada Agustus 2020, K kehilangan ayahandanya karena berpulang ke Rahmatullah. K pun berniat pulang ke rumahnya untuk melihat dan mengantarkan ayahandanya ke tempat peristirahatan terakhir.
Bakti anak kepada orang tua nyatanya harus dibayar mahal oleh K. Sebab, izin pulang karena untuk menemui ayahanda untuk terakhir kalinya harus mengantongi izin dari Panji Gumilang.
Syarat itu tidak lain adalah berhubungan badan dengan Panji Gumilang untuk kesekian puluh kalinya. Dalam keadaan kalut, K terpaksa melayani Panji Gumilang agar dia bisa pulang ke rumah orang tuanya.
“Bapaknya meninggal dunia, diperbolehkan pulang dengan izin syarat disposisi harus melayani PG dulu. Akhirnya bisa keluar, tidak kembali lagi ke Al Zaytun. Perbuatan PG ini sangat tidak manusiawi dan sangat biadab,” ucapnya.
Beberapa bulan hidup dalam pelarian dan dihantui rasa trauma, K bertemu untuk pertama kalinya dengan Anom di Bandung pada Agustus 2020 silam. Seketika itu, K meminta bantuan hukum kepada Anom yang sampai saat ini masih menjadi kuasa hukum sah dari korban.
“Agustus 2020 Nyonya K keluar dari Al Zaytun dan bertemu dengan saya. Itu tepatnya sebulan kemudian, di Oktober 2020,” katanya.
Sebelum membuat LP ke Polda Jabar pada Februari 2021 yang lalu, Anom lebih dulu menempuh upaya hukum. Upaya hukum itu disampaikannya dengan melayangkan surat somasi sebanyak dua kali, ditujukan ke Panji Gumilang atas dugaan pencabulan.
Namun, upaya hukum itu nyatanya tidak diindahkan oleh Panji Gumilang. Pemimpin Ponpes Al Zaytun tidak sekali pun menampakkan batang hidungnya ke hadapan Anom.
Malahan, Panji Gumilang menugaskan perwakilannya untuk menemui Anom. Pertemuan pertama, baik Anom dan kuasa hukum Panji Gumilang terjadi di sebuah hotel di Bandung.
Perwakilan Panji Gumilang ini bertemu dengan Anom dengan dalih sekalian menjenguk anaknya yang sedang dirawat di salah rumah sakit di Bandung.
Selanjutnya, pada pertemuan kedua, Anom lagi-lagi tidak bertemu dengan Panji Gumilang. Kali ini Panji Gumilang mengutus kuasa hukumnya untuk menemui Anom.
Saat itu, kuasa hukum dari Panji Gumilang mengajukan restorative justice atau penyelesaian perkara dengan melihat korban, pelaku, dan pihak lain yang terkait dengan maksud untuk menyelesaikan masalah.
Namun, upaya kuasa hukum dari Panji Gumilang menemui jalan buntu. K mantap dengan pendiriannya untuk melanjutkan perkara dengan menempuh jalur hukum.
“Saya layangkan surat somasi dua kali antara Oktober sampai Desember 2020. Tapi tidak digubris, hanya perwakilan saja, itu pun alasan sekalian mengurus anaknya di RS Boromeus. Yang saya permasalahkan PG-nya, bukan Al Zaytunnya,” terangnya.
Seusai dua kali pertemuan dengan perwakilan Panji Gumilang, K melalui kuasa hukumnya, Anom membuat LP ke Polda Jawa Barat pada Februari 2021. Adapun LP itu tertuang pada surat laporan LP/B/212/II/2021 tanggal 22 Februari 2021.
Namun, sebelum membuat LP, Anom lebih dulu melengkapi berkas laporan dengan keterangan data atau hasil visum K dari rumah sakit. Saat meminta keterangan rumah sakit, Anom menyebutkan ada pihak yang meminta rumah sakit agar tidak memberikan data-data yang dibutuhkan untuk membuat LP.
“Kami membuat LP di Polda Jawa Barat, Februari 2021. Kami minta keterangan data, harus dilengkapi ini dan itu. RS itu diduga didoktrin ‘jangan bocorkan data’,” kata Anom melanjutkan.
Akhirnya, Anom selaku kuasa hukum bisa membuat LP ke Polda Jawa Barat perjuangan yang cukup berat. Jalan terjal Anom untuk memperjuangkan keadilan bagi K ternyata belum usai.
Batu sandungan bagi Anom kali ini datang dari penyidik kepolisian, hingga terjadi perdebatan yang cukup alot terkait pasal yang akan digunakan untuk menjerat Panji Gumilang.
Saat itu, Anom menginginkan Pasal 294 ayat 2 KUHPidana untuk menjerat Panji Gumilang. Akan tetapi penyidik menyarankan untuk menggunakan Pasal 289 KUHPidana. Akhirnya, Anom menyetujuinya dengan alasan agar kasus kliennya ini lekas naik ke proses penyidikan.
“Pasal itu (289) sebenarnya bisa digoyang dikit-dikit. Tapi akhirnya gimana penyidik karena biar naik saja. Padahal saya ngotot di Pasal 294 ayat 2 KUHPidana,” jelasnya.
Tak lama berselang, satu diantara anggota tim kuasa hukum ini akhirnya mengundurkan diri tanpa alasan yang jelas. Sekitar sepekan kemudian, Anom mendapatkan surat SP3 atau surat penghentian penyidikan dari kepolisian.
“Ada satu orang dari tim yang mengundurkan diri secara tiba-tiba, tanpa angin, tanpa petir. Muncul seminggu kemudian ada SP3,” ujarnya.
Berdasarkan informasi yang diterimanya, penyidik tidak melakukan penyidikan di Locus Delicti atau toilet yang digunakan sebagai tempat pencabulan K oleh Panji Gumilang. Padahal, dalam LP yang dibuat, Anom telah menyampaikan dua alat bukti yang terdiri dari hasil visum dan Locus Delicti.
Masih kata Anom, ternyata Locus Delicti atau toilet yang di Gedung Wijen ini telah dibongkar diduga guna menghilangkan salah satu barang bukti.
Padahal, penyidik bisa saja melakukan penyidikan melalui kandungan tanah bekas toilet yang notabene merupakan Locus Delicti dari tindak pidana pencabulan. Sebab, kandungan tanah bekas toilet bersifat basah, tidak kering.
“Bukti Locus Delicti, langsung dibongkar, yang toilet. Jadi ada upaya menghilangkan barang bukti atau menghalang-halangi. Upaya yang tidak dilakukan penyidik itu yang membuat saya kecewa,” katanya.
Suami Meninggal Tak Wajar
Singkat cerita, seusai keluar dari Ponpes Al Zaytun karena orang tuanya meninggal pada 2020 silam, K menikah dengan seorang pria. Pria itu tak lain berinisial B, pegawai Al Zaytun yang dulunya bertugas di Amerika Serikat selama tiga tahun dengan bidang keahlian di media.
Mendengar kabar itu, pihak Panji Gumilang lantas memecat B. Pasalnya, usai pulang dari Amerika Serikat, B kemudian menikah dengan K dan tak pernah kembali ke Al Zaytun. Panji Gumilang pun terus berupaya mencari kesalahannya tetapi tidak pernah berhasil.
“Kesalahan suaminya (dari K) terus dicari oleh Al Zaytun tapi selalu tak berhasil setelah ketahuan menikah dengan K dan tak pernah kembali ke pondok,” kata dia.
Pada tahun 2021, Anom sempat berkomunikasi dengan B untuk sekadar menanyakan kabar dan silaturahmi. Tak lama berselang setelah berkomunikasi, Anom mendapatkan kabar kematian suami K yang tutup usia dengan tidak wajar.
“Jam 8 pagi sempat berkomunikasi dengan suaminya. Jam 10 di hari yang sama mendapatkan kabar, suami Nyonya K meninggal dunia. Padahal suami Nyonya K sebelumnya dalam keadaan sehat walafiat,” sambungnya.
Kematian suami K ini memang janggal karena meninggal secara mendadak dengan tubuh yang membiru seperti luka memar dan bagian perutnya membesar. Proses kematian yang tidak wajar itu lah yang membuat K meminta Anom untuk tidak melanjutkan perkara tersebut karena korban merasa ketakutan.
“Sebuah permohonan dari K selaku korban atas kejadian meninggalnya suami dengan tidak wajar. Akhirnya takut melanjutkan. Kemungkinan berakhir nahas seperti suaminya,” imbuhnya.
Kendati demikian, Anom memastikan kesaksian dan informasi yang dia berikan berdasarkan keterangan dari K. Dia juga masih memiliki kewenangan untuk menyampaikan keterangan ke khalayak luas karena surat kuasa terhadapnya belum dicabut oleh K.
“Surat kuasa itu belum dicabut, artinya masih memiliki kewenangan. Tapi usulan untuk tidak melanjutkan memang ada. Dan jujur, meski ini kasus dilakukan di tahun 2018 dan Locus Delicti-nya sebagai bukti menghilang, tapi perbuatan PG ke klien kami ini dilakukan secara kontinyu. Jika dirata-rata melakukan dugaan pencabulan selama tiga tahun itu bisa 80 hingga 90 kali,” kata Anom mengakhiri ceritanya.(*)
Laporan Reza Deny/R Wisnu Saputra