KORANMANDALA.COM – Keberadaan Sesar Lembang menjadi ancaman tersendiri bagi jutaan warga di wilayah Bandung Raya. Jika Sesar Lembang bergerak secara tiba-tiba, dampak yang ditimbulkan diperkirakan akan sangat luar biasa menghancurkan, terutama di wilayah Kota Bandung yang merupakan daerah terdekat dengan keberadaan sesar ini.
Dengan ancaman yang mengintai sebegitu menghancurkan itu, Penyidik Bumi Madya PVMBG, Supartoyo meminta agar Pemkot Bandung membuka mata mengenai potensi gempa bumi yang ditimbulkan dari aktivitas Sesar Lembang. Ia mendesak agar Pemkot Bandung menerbitkan peraturan daerah (perda) kegempaan yang lebih spesifik.
“Saya sudah coba berbicara dan mendorong agar Pemkot Bandung segera menerbitkan perda soal mitigasi bencana khusus gempa. Karena saat ini, perda yang ada dicampurkan dengan bencana lainnya,” kata dia kepada Koran Mandala, belum lama ini saat ditemui di kantornya.
Menurut dia, bencana gempa bumi, terutama yang diakibatkan karena pegerakan sesar memiliki keunikan tersendiri. Dengan begitu, ia rasa sangat perlu adanya aturan yang jelas untuk dijadikan panduan mitigasi agar ancaman terburuk imbas gempa bumi bisa dihindari.
Sementara itu Anggota DPRD Kota Bandung Folmer Siswanto Silalahi, mengamini jika di Kota Kembang ini belum memiliki perda khusus untuk gempa bumi.
“Kalau Perda khusus untuk gempa bumi memang belum ada, tetapi untuk mitigasi sudah tertuang dalam Perda RTRW,” kata Folmer.
Dalam Perda RTRW tersebut, termaktub wilayah mana saja di Kota Bandung yang rawan bencana dan wilayah mana saya yang dilarang untuk pembangunan. Dengan adanya ancaman gempa bumi dari Sesar Lembang, sudah sepantasnya Kota Bandung memiliki Badan Penanggulanan Bencana Daerah (BPBD).
Perda soal gempa bumi ini, kata dia, bisa dibuat dibarengi dengan pembentukan BPBD dan ia sebut sifatnya sangat mendesak.
“Tidak bisa hanya mengandalkan Diskar PB. Harus ada badan yang khusus menangani kebencanaan,” ucapnya.
Kota Bandung Belum Siap
Kepala Seksi Mitigasi Bencana Diskar PB Kota Bandung Amires Pahala mengakui jika Kota Bandung belum siap menghadapi bencana besar.
“Kalau Sesar Lembang itu aktif dan membuat kerusakan yang parah, jujur kota Bandung belum siap. Tapi, ya siap enggak siap harus siap,” ujarnya.
Amires mengakui keberadaan BPBD memang sangat diperlukan. Sebab, dengan adanya badan penanggulangan bencana, mitigasi kebencanaan bisa dilakukan, hingga dampak kerusakan bisa diminimalisir.
“Kami (Diskar PB) berharap, Pemkot Bandung segera membuat badan khusus kebencanaan,” ucapnya.
Sebelumnya diberitakan, Sesar Lembang yang membentang sepanjang 29 kilometer dari Gunung Manglayang hingga Padalarang merupakan sesar aktif yang miskin gempa.
Dalam kurun satu dekade Sesar Lembang ini baru beberapa kali melakukan pergerakan. Berdasarkan catatan, gempa bumi akibat aktivitas Sesar Lembang antara lain, di Gunung Halu pada tahun 2005, Tanjungsari pada tahun 2010, Ujungberung dan Cisarua pada tahun 2011.
Sesar Lembang memiliki pergerakan sesar geser mengiri. Kekuatan maksimal yang bisa dihasilkan mencapai magnitudo 6,8.
Jika kekuatan gempa dihasilkan maksimal, maka wilayah Bandung Raya bisa diguncang gempang dengan kekuatan MMI 6 hingga 7.
MMI sendiri merupakan satuan untuk mengukur kekuatan gempa yang dirasakan oleh manusia. Gempa dengan MMI lebih dari 5 bersifat menghancurkan.
Kota Bandung yang dilalui Sesar Lembang ini bisa merasakan kekuatan gempa yang dihasilkan hingga 7 MMI. Dengan kekuatan itu, maka dampaknya cukup merusak, mengingat lagi Kota Bandung merupakan kawasan bekar danau purba.
Berdasarkan disertasi Peneliti LIPI, Doktor Mudrik R Daryono dan kawan-kawan, Sesar Lembang ini sudah memiliki siklus perualangan untuk melepaskan energi yang masih terpendam.
Dimana dalam jurnal yang terbit pada 13 Desember 2018 lalu itu menyatakan bahwa Sesar Lembang ini memiliki siklus perulangan setiap 170-670 tahun, dan saat ini sudah masuk di fase 570 tahun dari awal mula melepaskan energi.(*)