KORANMANDALA.COM – Epiyana warga Kecamatan Karangnunggal, Kabupaten Tasikmalaya harus menerima kenyataan pahit karena tumor yang bersarang di otaknya batal diangkat oleh tim dokter di RS Santosa Kebon Jati, Kota Bandung.
Batalnya pengangkatan atau operasi tumor di otak Epiyana dikarenakan salah satu alat yang digunakan tim dokter mengalami kerusakan.
Saat ditemui di RS Santosa Kebon Jati, Kota Bandung, Epiyana hanya bisa terbaring lemas di tempat tidur di ruangan rawat inap nomor 771 lantai 7. Dalam kondisi setengah sadar karena efek obat bius, Epiyana telihat masih memejamkan kedua matanya.
Tubuh Epiyana pun dibalut dengan selimut berwarna coklat yang disediakan oleh pihak rumah sakit. Dengan kondisi gundul terlihat bekas jahitan karena pembatalan operasi. Luka jahitan kepala bagian kanan di atas daun telinga Epiyana itu pun dibalut dengan perban putih.
Regi Tegar Ramadan, anak dari Epiyana menceritakan awal penyakit yang diderita ibunya. Sekitar Desember 2022 silam, ibunda Regi mengeluh sakit di bagian kepala tetapi hanya dianggap penyakit kepala biasa.
“Awalnya, sakit kepala dan dikira hanya sakit biasa, sepele,” kata Regi saat ditemui di RS Santosa, Kota Bandung, Selasa 23 Mei 2023.
Setelah itu, Epiyana memutuskan untuk memeriksakan diri ke salah satu puskesmas di Karangnunggal, Kabupaten Tasikmalaya. Tenaga kesehatan di Puskesmas itu pun menyarankan untuk diperiksa di laboratorium, hasilnya ada kelebihan kolesterol, gula, dan lainnya sehingga ibunda Regi dinyatakan komplikasi.
Akhirnya, pihak keluarga memutuskan agar Epiyana dirawat di RS TMC untuk mendapat perawatan yang lebih maksimal. Sepekan dirawat Epiyana dinyatakan memiliki gangguan syarat dan komplikasi berdasarkan hasil CT Scan.
“April kontrol lagi ke TMC dan akhirnya disarankan untuk ke Bandung, ke RSHS. Setelah mendapatkan rujukan dari TMC, ibunya dibawa ke Bandung ke RSHS. Saat itu ibunya harus dioperasi dan disarankan ke RS Santosa Kebon Jati,” sambungnya.
Keluarga pun berkonsultasi dengan RS Santosa terkait tindakan apa yang harus ditempuh. Berdasarkan hasil MRI scan, pihak menyatakan harus dioperasi karena tidak ada obat lagi selain dioperasi.
“Harus dioperasi karena tidak ada obat lagi selain dioperasi soalnya tumornya masih jinak tapi posisinya sembunyi,” kata Regi seraya menirukan keterangan dokter.
Lebih lanjut, Regi mengungkapkan, sebelum operasi dilakukan, tim dokter lebih dulu menjelaskan dampak dari operasi. Sebab, setiap tindakan pasti ada risiko yang diterima, pihak keluarga pun menyetujui langkah operasi.
“Tapi sebelumnya dijelaskan dampak dari operasi tersebut, pasti itu ada risikonya setiap tindakan yang diambil, katanya,” ungkapnya.
Alat Rusak, Operasi Dibatalkan
Tepat di hari ini, akhirnya Epiyana dilakukan tindakan operasi untuk mengangkat tumor yang ada di otaknya. Sekitar pukul 07.00 WIB, Epiyana masuk ruangan bedah lalu pada pukul 08.00 WIB tim dokter memberikan informasi bahwa pasien akan dioperasi.
Keluarga pun berdoa untuk kelancaran tindakan operasi terhadap Epiyana. Sekitar setengah jam kemudian, pihak keluarga diinformasikan bahwa tindakan operasi dibatalkan karena ada kerusakan pada salah satu alat operasi.
Mendengar kabar itu, Regi panik karena khawatir dengan kondisi ibunya. Setelah keadaan tenang, Regi memutuskan untuk meminta penjelasan alasan apa yang menyebabkan pembatalan operasi.
“Setelah tenang, saya mencoba ke dokter untuk meminta penjelasan, kemudian dokter mengatakan alat yang digunakan putus tiba-tiba,” tuturnya.
Kecurigaan keluarga pun muncul karena RS Santosa yang merupakan salah satu rumah sakit terbaik tetapi tidak memiliki cadangan alat untuk operasi. Selain dari ketersediaan alat, keluarga tambah curiga karena kepala Epiyana sudah dilakukan pengeboran.
Regi hanya bisa pasrah menghadapi kondisi tersebut. “Soalnya kepalanya udah dibuka sampai tulang itu. Yang saya pertanyakan kenapa tidak ada alat cadangan buat mengambil tumor ibu. Saya tidak lihat bukti alat atau fisik yang dinyatakan rusak,” ucapnya.
Epiyana pun akhirnya kembali ruangan rawat inap nomor 771 lantai 7 sekitar pukul 12.00 WIB. Tindakan itu diambil oleh tim dokter karena kondisi Epiyana sudah membaik.
Tulang Tengkorak Sudah Dibor
Setelah menemui Regi, reporter pun berusaha mencari penjelasan terkait kebenaran kerusakan alat operasi. Reporter pun menuju meja costumer service.
Reporter pun meminta izin untuk bertemu dengan pihak Humas RS Santosa Kebon Jati. Namun, berdasarkan pengakuan pegawai costumer service, pihak humas sedang cuti dan akan kembali bekerja besok.
“Kebetulan bagian humas sedang cuti, kalau berkenan besok kembali lagi ke sini,” begitu kata pegawai bagian customer service.
Reporter pun kembali meminta izin untuk memperoleh nomor ponsel Direktur RS Santosa. Namun, pegawai costumer service tidak memberikan nomor ponsel dengan alasan prosedur dari atasan.
Ia hanya menyarankan untuk menempuh jalur prosedural dengan cara berkirim surat ke pihak RS Santosa Kebon Jati.
“Pakai jalur prosedur saja, nanti surat dikasih ke sini, saya sampaikan ke atasan. Kalau disposisi surat sudah ada akan dihubungi,” begitu penjelasannya.
Beberapa jam berlalu, redaksi koranmandala.com menerima rekaman percakapan keluarga dengan dokter terkait alasan pembatalan operasi. Diketahui, dokter tersebut bernama dr. Firman Priguna Tjahjono, Sp.BS, M.Kes.
Berdasarkan rekaman percakapan antar dokter yang diterima, dokter menyatakan alat operasi yang digunakan untuk mengangkat tumor Epiyana hanya satu.
“Iya alatnya cuman satu ngga ada lagi. Sudah diperiksa (dilakukan tindakan) cuman saat itu pas lagi dipakai tiba-tiba mati, kan kemarin saya operasi pakai itu,” kata dokter berdasarkan rekaman yang diterima.
Namun, pihak keluarga tidak puas dengan jawaban tersebut karena khawatir dengan keberlangsungan kondisi kesehatan Epiyana usai operasi dibatalkan karena kerusakan alat. Mengingat, tulang tengkorak Epiyana sudah dilakukan pengeboran.
Dokter pun menjelaskan, prosedur operasi pengangkatan tumor ini memang harus dilakukan pengeboran tulang tengkorak.
“Artinya meski pun diteruskan operasi ya akan terbuka tulangnya. Insyaallah tidak akan perubahan seperti sebelumnya dilakukan operasi,” kata dokter menjelaskan.
Dokter mengaku ketika alat tersebut mengalami kerusakan, ia langsung meminta asistennya untuk memperbaikinya. Akan tetapi, untuk memperbaiki alat tersebut membutuhkan waktu dan tidak mungkin selesai dalam waktu dekat.
“Alatnya juga langsung dibawa oleh asisten untuk diperbaiki. Cuman kan nggak mungkin ditungguin, ibunya dalam kondisi dibius kan ngga mungkin ditungguin nanti mau dibius berapa jam,” terang dokter
“Itu kan kasihan ibunya. Makanya ini keputusan yang terbaik. Akhirnya saya putuskan batal operasinya. Bisa dibilang ya batal operasinya meski pun dilakukan sayatan dan pemboran, pembukaan tulang. Memang tulang tengkoraknya sudah dilubangi. Nanti akan dikasih obat anti nyeri untuk meminimalisasi bekasnya,” kata dokter menambahkan.
Dokter pun memberikan penjelasan terkait kondisi pasien usai pembatalan operasi, seharusnya Epiyana baik-baik meski pun tulang tengkoraknya sudah dibor. Dokter pun akan memberikan obat untuk meredakan rasa nyeri.
“Sekarang kalau pun jadi dioperasi sama saja tulang (tengkorak) dibuka juga. Seharusnya secara teori ngga bakal ada apa-apa. Jadi akan kembali seperti sebelum dibius tadi pagi. Cuman kan dokter ngga mungkin memprediksi masa depan,” bebernya.
Dokter pun memastikan dirinya akan kembali mengecek kondisi pasien keesokan harinya. Hal itu dilakukan untuk memastikan kondisi pasien apakah boleh pulang dalam waktu dekat ini atau tidak.
“Besok saya lihat kondisi seperti apa, kuat atau nggak, kalau besok kuat langsung saya ganti dengan obat minum. Infus dicabut, hari Kamis dicek lagi, kalau kondisi sudah kembali seperti sebelum dioperasi boleh pulang. Besok saya akan bilang bahwa tumornya belum terangkat,” tambahnya.
Waktu Operasi Lanjutan Belum Pasti
Sementara terkait tindakan operasi nanti, dokter belum bisa memastikan kapan waktunya. Sebab, pasien harus menempuh prosedur dari awal sebelum pembatalan operasi ini tetapi dirinya yakin Epiyana akan diprioritaskan.
“Secepatnya, sebisanya karena ada keterbatasan juga. Antrean itu kan tercipta karena operasinya banyak di sini. Jadi memang jeleknya itu memang harus dari nol lagi. Tapi Insyaallah nanti akan diperhatikan supaya bahwa ini (pasien) itu gara-gara alatnya rusak. Jadi akan diprioritaskan lah,” ujar dokter.
“Nanti langsung kontrol ke poliklinik, cabut jahitan yang lama. Kemudian, dijadwalkan ulang,” tambahnya.
Kendati begitu, ia memastikan pembatalan operasi ini murni karena kerusakan alat, bukan dikarenakan hal-hal lainnya. Sebab, dirinya juga tidak ingin kendala tersebut terjadi ketika hendak melakukan tindakan operasi.
“Enggak ada yang ditutup-tutupi di sini. Artinya ngga ada yang disembunyikan. Apa yang saya hadapi ya saya kasih tahu gitu. Ngga yang kepengen kayak gini, dokter juga ngga mau. Cuman kan musibah itu kan bisa terjadi kapan saja dan sama siapa saja,” kata dokter.
Terpisah, Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan (Dinkes) Jawa Barat, dr. Raden Vini Adiani Dewi mengaku pihaknya tidak mengetahui ketersediaan alat-alat di sebuah rumah sakit. Sebab, ketersediaan alat merupakan ranah internal sebuah rumah sakit.
“Itu internal, kami tidak punya informasi tersebut. Detail seperti itu kami tidak punya datanya,” kata Vini melalui pesan singkatnya. (*)