KORANMANDALA.COM – Direksi Santosa Hospital Bandung Central akhirnya angkat bicara terkait pembatalan operasi pengangkatan tumor yang diidap oleh pasien atas nama Epiyana asal Karangnunggal, Kabupaten Tasikmalaya.
Direktur Utama Santosa Hospital Bandung Central, dr. Yayu Sri Rahayu menjelaskan, dasar pembatalan operasi pengangkatan tumor itu dikarenakan salah satu alat yang digunakan itu mengalami kerusakan.
Yayu menyebut alat yang rusak itu sudah dilakukan pengujian fungsi terlebih dahulu sebelum digunakan untuk melakukan operasi pada pasien.
“Jadi uji fungsinya sudah dilakukan. Uji fungsi itu setiap mau digunakan harus dicek fungsinya. Itu jalan (berfungsi) ya, tiba-tiba berhenti. Itu namanya, kan, di luar dugaan,” kata Yayu saat ditemui di salah satu ruangan di RS Santosa Kebon Jati, Kota Bandung, Rabu 24 Mei 2023.
Baca Juga: RS Santosa Tepati Janji, Operasi Pengangkatan Tumor Otak Epiyana Dilakukan Hari Ini
Menurutnya, dokter yang menangani pasien Epiyana telah bertanggung jawab dengan menceritakan seluruhnya pada keluarga pasien. Ia memastikan tindakan selanjutnya akan dilakukan secepatnya.
“Dokter kami bertanggung jawab dengan menceritakan seluruhnya pada keluarga pasien. Jadi memang betul nanti kami akan melakukan tindakan. Tindakan itu memang khusus karena tumornya di kepala, jadi memang ahlinya khusus, alatnya pun khusus. Kenapa dihentikan, karena itu demi keselamatan pasien,” tuturnya.
Sementara itu, dokter yang menangani pasien Epiyana, dr. Firman Priguna Tjahjono, Sp.BS, M.Kes. menambahkan, kerusakan alat di luar kekuasaannya. Atas dasar hal itu, ia urung melanjutkan operasi karena akan membahayakan pasien.
“Alat yang berfungsi baik tiba-tiba rusak saat itu juga. Jadi itu saya tidak bisa, di luar kekuasaan saya. Saya pikir juga di luar kekuasaan setiap orang. Kalau misalkan melanjutkan, itu membahayakan pasien itu sendiri,” tambah Firman.
Firman menjelaskan, alat tersebut berfungsi untuk mengikiskan tulang tengkorak agar bukaan tulang itu menjadi lebih lebar sesuai dengan yang dibutuhkan.
Saat itu bukaan tulang tengkorak Epiyana belum sesuai dengan yang dibutuhkan. Sebab, keberadaan tumor dalam kepala Epiyana berada di bagian dalam.
Apabila, operasi tetap dilanjutkan dengan bukaan tulang yang tidak maksimal akan berisiko tinggi dan membahayakan karena yang ditemui lebih dulu adalah otak normal.
“Kalau dengan bukaan tulang yang tidak maksimal nanti otak normalnya itu kan harus dibenyeng, ditarik. Kalau dalam posisi kemarin itu langsung saya tarik otaknya, malah akan membahayakan. Karena banyak otak normal yang akan rusak,” jelasnya.
“Kalau misalkan dengan bukaan tulang yang kecil tapi kami tetap paksakan, itu nanti tumornya ada di bagian dalam, malah akan membahayakan. Jadi keputusan saya untuk memutuskan untuk berhenti, ya Insyaallah merupakan yang paling aman justru untuk pasien,” sambungnya.
Baca juga: Kembali Bertemu Muhaimin Iskandar Bahas Koalisi Inti, Airlangga Hartarto : Jaket Kuning dan Hijau Insya Allah Indonesia Cerah
Tak Miliki Alat Cadangan
Direktur Utama Santosa Hospital Bandung Central, dr. Yayu Sri Rahayu mengungkapkan, alat yang digunakan untuk mengangkat tumor dalam kepala Epiyana itu spesifik.
Ia mengaku alat yang digunakan untuk mengangkat tumor memang ada dan tersedia. Namun, alat tersebut tidak bisa digunakan pada kasus Epiyana karena kriterianya berbeda.
“Sebetulnya back up-nya ada tapi ternyata tidak masuk ke dalam kriteria yang bisa digunakan untuk kasus ini. Jadi memang kan beda-beda ya. Misalkan warna merah, merah segaris aja kan gitu, nah ini juga gitu. Kami sudah usahakan untuk yang lain tapi tidak bisa, jika dipaksakan tidak bisa, malah membahayakan pasien,” ungkap Yayu.
Oleh karena itu, Yayu menilai tindakan atau langkah yang diambil oleh dr. Firman tidak semena-mena tetapi untuk keselamatan pasien. Mengingat, alat yang lainnya memang tidak masuk kriteria untuk digunakan karena tumornya ada di bagian dalam.
“Yang lainnya memang tidak masuk kriteria untuk dapat digunakan karena memang tumornya terlalu dalam,” lanjutnya.
Lebih lanjut, Yayu mengatakan, setiap pembelian alat suatu rumah sakit memang disesuaikan dengan kebutuhan. Apabila, rumah sakit membutuhkan alat dengan kriteria a b c d maka, rumah sakit akan membeli dengan kriteria tersebut.
“Misalkan, untuk tumor ini ada satu, tumor yang ini ada satu, tumor ini ada satu, seperti itu, kan belinya jadi banyak. Kebetulan untuk tumor ini menggunakan alat yang kemarin mengalami kendala,” ujarnya.
Dengan demikian, dapat dikatakan alat yang rusak ketika digunakan untuk mengangkat tumor Epiyana ini hanya satu dan tidak bisa digantikan dengan alat yang lainnya.
“Iya (tidak ada cadangan alat yang masuk kriteria). Memang kami cuman ada satu untuk alat ini. Kecepatan mengikisnya (tulang) yang ada satu tidak bisa menjadi back up,” tuturnya.
Sementara itu, dr. Firman Priguna Tjahjono, Sp.BS, M.Kes. memaparkan, setiap alat yang digunakan untuk tindakan operasi ini memiliki karakteristik masing-masing. Sehingga, alat tersebut tidak bisa multifungsi.
“Jadi tidak bisa alat yang satu dipakai untuk yang lainnya. Kalau ketersediaan ada memang, cuman untuk back up memang saat itu tidak ada karena itu tadi, masing-masing alat mempunya karakteristiknya sendiri,” papar Firman.
Kendati begitu, imbuh Firman, pembatalan operasi ini tidak ada hal yang ditutup-tutupi karena kendalnya sudah disampaikan ke pihak keluarga. Sebab, dirinya juga tidak ingin kendala tersebut terjadi.
“Ya memang seperti, apa adanya. Jadi ngga (ditutup-tutupi dan transparan). Intinya ngga ada yang pengen (pembatalan operasi pengangkatan tumor),” imbuhnya.
Perlakuan Pasien Tak Dibedakan
Direktur Utama Santosa Hospital Bandung Central, dr. Yayu Sri Rahayu mengatakan, Epiyana berstatus pasien Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Meski berstatus sebagai pasien BPJS Kesehatan, pihaknya tetap melakukan pelayanan untuk pasien dengan maksimal. Mengingat, dalam sehari RS Santosa dapat menerima pasien sekitar seribu dalam sehari mulai dari Umum, BPJS, asuransi, dan lainnya, pelayanannya pun dengan maksimal tanpa membeda-bedakan.
Saat ini alat yan sebelumnya mengalami kendala sudah diperbaiki dan sudah bisa digunakan. Tindakan operasi pengangkatan tumor yang diidap Epiyana pun akan dijadwalkan besok karena kasus ini membutuhkan waktu yang lama.
“Alat sudah diperbaiki, sudah selesai dan besok dijadwalkan. Pokoknya harus alatnya benar baru kami jadwalkan, Alhamdulillah benar. Operasi itu merupakan tindakan yang lama jadi penjadwalannya khusus,” kata dia.
dr. Firman Priguna Tjahjono, Sp.BS, M.Kes. menerangkan, operasi pengangkatan tumor yang diidap oleh pasien Epiyana memerlukan jangka waktu yang panjang. Sehingga, rentang waktu kamar operasi yang dibutuhkan pun harus panjang.
“Operasi seperti ini memerlukan jangka waktu operasi yang panjang. Jadi sper kamar operasi itu harus panjang. Tapi sudah dikoordinasikan tadi malam, pagi tadi juga sama Bu Yayu (Direktur) juga dikoordinasikan, akhirnya besok dijadwalkan,” terangnya.
Terpisah, perwakilan keluarga, A. Ujang suami pasien, memastikan istrinya sudah siuman dan dalam kondisi yang prima. Dokter pun sudah memeriksa istrinya dan ia diinformasikan bahwa operasi pengangkatan tumor akan diprioritaskan dan dilakukan Kamis 25 Mei 2023 besok sekitar pukul 05.00 WIB.
“Udah (siuman), ya (dalam kondisi prima). Mau diprioritaskan, besok jam 5 pagi mau dioperasi (pengangkatan tumor),” kata Ujang melalui pesan singkatnya. (*)