OLEH : WIDI GARIBALDI
Dalam hitungan hari, ke depan, ketukan palu Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie akan menorehkan sejarah penting RI dalam kehidupan bernegara dan berbangsa.
Sejarah bangsa ini kembali mencatat bahwa tingkah polah para Hakim Mahkamah Konstitusi yang berjumlah 9 orang itu akan dinilai oleh suatu Majelis yang sengaja ditugasi untuk mengetahui apakah dalam memutus permohonan yudicial review atau toetsing recht terhadap undang-undang tertentu bertentangan atau tidak dengan Konstitusi.
Tugas yang dipikul oleh para anggota Majelis Kehormatan itu sungguh sangat berat tetapi mulia. Bayangkan, para Hakim Mahkamah Konstitusi itu,sudah dianggap malaikat. Masyarakat sepenuhnya menumpahkan kepercayaan kepada mereka agar dapat menunaikan 4 tugas berat yakni menguji UU terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil Pemilu. Agar supaya tugas-tugas berat itu dapat dilaksanakan ke-9 Hakim tersebut dengan penuh tanggung jawab, kepada mereka diberikan fasilitas yang aduhai. Kabarnya, setiap bulan mereka berhak akan take home pay lebih dari Rp1.000.000.000.- (betul, 0 nya 9 !). Soalnya, di samping gaji/tunjangan mereka mendapat bonus Rp5.000.000.- untuk setiap perkara yang diselesaikan. Tinggal hitung, berapa perkara yang diselesaikan setiap bulan ?
Karena itulah, ke-9 Hakim MK itu harus steril dari putusan-putusan yang melanggar Etika ! Tapi lacur, ternyata ke-9 Hakim itu sekarang sedang diperiksa oleh MKMK karena dilaporkan telah melakukan pelanggaran etika. Yang terparah adalah Ketua MK sendiri. Anwar Usman. Sebagai seorang Hakim, apalagi Ketuanya, ia sama sekali tidak mengundurkan diri tatkala memeriksa, mengadili dan memutus perkara No.90/PUU-XXI/2023 Dikabulkannya perkara ini, berarti MK membentangkan karpet merah bagi Gibran Rakabuming Raka (GRR) yang belum berusia 40 tahun, untuk mencalonkan diri sebagai Wakil Presiden.
Siapa GRR ? Dia adalah anak sulung Presiden Jokowi.Anwar Usman adalah adik ipar Jokowi, sehingga GRR memanggilnya 0om ! Sesuai dengan ketentuan UU No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, seharusnya ia mengundurkan diri dalam perkara yang patut diduganya terkait dengan kepentingan anggota keluarganya, yakni GRR. Tetapi ternyata ia sama sekali tak mengindahkan ketentuan yang diatur dalam UU itu. Sungguh mengejutkan, ia berdalih bahwa yang diadili adalah NORMA bukan orang ! Seolah-olah ia hendak mengatakan bahwa ketentuan dalam UU tentang Kekuasaan Kehakiman itu tak berlaku bagi para Hakim Mahkamah Konstitusi !
Nah, dalam beberapa hari ke depan kita akan mendengarkan ketukan palu MKMK. Ke-3 anggota MKMK itu dapat menjatuhkan sanksi yang sudah diatur dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) yakni teguran,peringatan dan pemberhentian. Ketiga macam sanksi ini,dilengkapi berbagai variasi mulai dari ringan hingga pemberhentian tidak dengan hormat.
Seandainya, MKMK menjatuhkan putusan bahwa para Hakim yang mengadili perkara No.90/PUU-XXI/2023 itu melanggar etika apakah putusan mereka dianggap tidak sah ? Artinya, karpet merah untuk GRR digulung kembali. Ia tidak dapat memanfaatkan putusan yang diketuai Pamannya itu sehingga Prabowo harus mencari penggantinya sebagai Cawapres !
Sungguh berat tugas Jimly dkk. Mereka harus mempertanggungjawabkan putusannya kepada rakyat yang harap-harap cemas menanti. Bukan kepada rakyat saja. Juga kepada konstitusi dan yang terpenting kepada Allah SWT !