Baca Juga: Update Kasus Subang, Polda Jabar Amankan Sejumlah Barang Bukti dari Rumah Yoris dan Mulyana, Ada Golok?
Istilah tersebut merujuk kepada orang-orang yang bekerja di kepamongprajaan.
Priyayi juga ditujukan untuk para pekerja pemerintahan di berbagai bidang, seperti kepolisian, pengadilan, pengairan, dan pendidikan.
Lebih jelasnya, priyayi memiliki pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan masyarakat umum.
Baca Juga: Polres Garut Serius Ciptakan Kondusivitas Pemilu 2024, Dua Gudang Jadi Titik Penyimpanan Logistik
Masa Remaja Setelah Perpisahan Keluarga
Pada pertengahan Juli 1893 menjadi masa kelam keluarga Dewi Sartika.
Ayah Dewi Sartika dituduh ikut andil dalam peristiwa pemasangan dinamit. Sehingga keluarganya pun terpecah belah karena ibunya mengikuti sang ayah yang dibuang ke Ternate.
Sementara itu, harta benda milik keluarga disita oleh Negara. Bahkan mereka juga dipaksa untuk keluar dari Kepatihan.
Baca Juga: Kehabisan Bahan Bakar, Satu-satunya Rumah Sakit Kanker di Gaza Berhenti Beroperasi
Kemudian Dewi Sartika dibawa oleh bapak tuanya, Raden Demang Suria Karthadiningrat ke Cicalengka.
Sesampainya di rumah tersebut Dewi Sartika menetap bersama gadis-gadis remaja seusianya.
Kendati begitu, ia mendapatkan perlakuan yang dingin, terlebih reputasi keluarga yang sudah memburuk.
Alih-alih menganggap putri sendiri, Dewi Sartika justru lebih dianggap seperti pelayan dan tidur di rumah bagian paling belakang.
Baca Juga: Kursi Roda Kakek Penyandang Disabilitas Dicuri Orang Tak Dikenal, Warganet: Sumpah Gak Ada Hati!
Meski begitu, ia tak berlarut-larut memikirkan hal tersebut. Dewi Sartika masih memiliki banyak tugas yang harus dilakukan.
Akhirnya, ia belajar memasak, memasang meja, menjahit, tata cara makan, daan melayani orang tua makan.
Hal tersebut dilakukannya agar karakter priyayi mereka dapat terbentuk dan bertahan.