Baca Juga: Ganjar Pranowo Ngamuk Pendukungnya Jatuhkan Capres Lain, Netizen: Kondisikan Buzzernya Terlalu Nafsu Pak!
Perjuangan Dewi Sartika untuk Mendirikan Sekolah Istri
Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, pendidikan bagi perempuan masih terpaku pada peran gender, atau dapat diartikan pendidikan yang diberi kepada para gadis remaja bertujuan untuk menyiapkan mereka sebagai ibu rumah tanggan dan istri.
Melihat hal tersebut, Dewi Sartika merasa prihatin. Apalagi ia sempat menyaksikan kesulitan ibunya saat ayahnya menjalani hukuman di pembuangan Ternate.
Baca Juga: Cukup dengan 1 Jutaan, Motor Matic Yamaha Fazzio Neo Sudah Bisa Anda Miliki, Tertarik Kredit?
Dari hal tersebut lah muncul benih-benih semangat Dewi Sartika untuk memberdayakan kaum perempuan.
Bahkan, Dewi Sartika pun memiliki slogan yang berbunyi “Ari jadi awewe kudu sagala bisa, ambeh bisa hirup!’ atau “Menjadi perempuan harus bisa semuanya, agar bisa hidup”.
Awalnya, rencana Dewi Sartika untuk mengadakan sekolah khusus anak-anak perempuan tidak disetujui oleh Bupati Martanegara.
Baca Juga: Tampil Percaya Diri Tanpa Make Up, Tatjana Saphira Tuai Pujian dari netizen: Cantik Banget, Masya Allah
Kendati begitu, berkat kegigihannya membuahkan hasil.
Pada 16 Januari 1904, Dewi Sartika resmi mendirikan Sekolah Istri di Paseban, Kabupaten Bandung, sekaligus menjadi sekolah perempuan pertama.
Sekolah tersebut dibagi menjadi dua kelas yang berisikan dua puluh murid serta tiga pengajar, yaitu Dewi Sartika, Ibu Uwit, dan Ibu Purma.
Baca Juga: Kenali Tanda-Tanda Serangan Jantung yang Akibatnya Fatal bagi Kehidupan
Dewi Sartika berkomitmen akan memberikan ilmu bagi siapa saja yang membutuhkan.
Sehingga anak-anak yang bukan berasal dari kalangan priyayi juga berhak untuk mendapatkan pendidikan.
Prinsip tersebut tertanya tak semua mendukung. Pasalnya, kelompok wanita prirayi menentang prinsip Dewi Sartika itu. (sap/sap)