KORANMANDALA.COM – Ketua Umum Ikatan Keluarga Wartawan Indonesia (IKWI) Andi Dasmawati, Ph.D mengatakan, tingkat pendidikan rendah menjadi faktor penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Hal ini diutarakan Andi Dasmawati saat menjadi pembicara dalam Seminar IKWI yang mengusung tema “Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT)”, sebagai rangkaian kegiatan Hari Pers Nasional (HPN) 2024 di Ancol, Jakarta Utara, Minggu (18/2/2024).
Acarq IKWI Pusat ini terselenggara berkat dukungan oleh PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (bank bjb), L’Oréal Indonesia, PT Chaoren Pokphand Indonesia (Fiesta), London School of Public Relations (LSPR), Kamar Dagang dan Industri Indonesia, (KADIN), Coca-Cola, PT Sasa Inti, dan PT Paragon Technology and Innovation.
Selain itu PT Pos Indonesia, Garudafood, Nutrifood, dan GoTo, Sariayu, PT Bukit Pembangkit Innovative. Selain itu Zegavit, InJourney, OSFIT, PT Pertamina Trans Kontinental, PLN Energi Primer Indonesia.
Menurut Andi, pendidikan rendah dan penghasilan yang terbatas bisa memicu terjadinya KDRT. Selain itu, KDRT juga banyak terjadi pada pasangan rumah tangga yang usia pernikahannya masih terbilang muda.
“KDRT juga banyak terjadi dalam usia pernikahan yang masih muda,” ujar Andi Dasmawati Ph.D, Minggu (18/2/2024).
Andi Dasmawati sempat menunjukkan data tahun 2020 dimana angka kasus KDRT di Jawa Barat jumlahnya paling tinggi yakni 2.738.
Sebagai perbandingan, 2.525 kasus terjadi di Jateng dan 2.222 kasus di DKI.
Sementara itu, di seluruh Indonesia sebanyak 4.783 atau 43 persennya karena kekerasan fisik. Kemudian 2.807 atau 25 persen kasus seksual dan 2.056 atau 19 persen kasus kekerasan psikis.
Lulusan S3 Universitas Teknologi Malaysia itu menyebutkan bahwa kasus KDRT di Indonesia jumlahnya 11.105 kasus. Jumlah ini masih kalah tinggi dengan kasus yang terjadi di luar negeri. “Ini kasus yang terdata, yang tak melaporkan jauh lebih banyak,” ujarnya.
Andi menyerukan agar kaum perempuan atau kaum ibu berani melaporkan kalau mengalami atau melihat KDRT kepada pengurus lingkungan atau kepolisian. Upaya pelaporan ini harus dilakukan guna menekan angka KDRT.
Ia menegaskan patuh dan taat pada suami merupakan kewajiban dan itu menjadi jalan istri menuju surga. Akan tetapi jika mengalami hal-hal yang tidak baik harus berani bersuara.
“Kalau mengalami hal-hal yang tidak baik, kita harus bersuara dan tidak boleh diam,” ujarnya.
Sementara itu, Pendiri Sekolah STIKOM The London School of Public Relations (LSPPR), Dr (HC) Prita Kemal Gani mengatakan, KDRT bukan hanya terjadi pada perempuan yang berpendidikan rendah semata. Akan tetapi, KDRT ini bisa terjadi pada siapapun.
Prita Kemal mencontohkan kasus selebriti dan bintang film asal Amerika Serikat Angelina Jolie yang menjadi korban KDRT oleh suaminya sendiri. Pembuat film ini akhirnya memutuskan bercerai dengan suaminya Brad Pitt yang menjadi pelaku kekerasan.
“Apa kurangnya Angelina Jolie. Brand Ambassador UNHCR tapi jadi korban KDRT juga,” ujar Prita Kemal Gani.
Prita juga mengutarakan bahwa kekuasaan menjadi penyebab kasus KDRT. Kaum selebriti yang mendadak terkenal dan banyak harta, rentan mengalami KDRT. Selain itu, kasus kekerasan oleh dosen pada mahasiswa atau atasan pada bawahan.
Prita memberikan tips guna terhindar dari KDRT yakni jangan pernah menyerahkan diri kepada siapapun. “Pada saat kita tidak berdaya maka orang lain akan memperdayakan kita,” ujar Prita Kemal Gani.
Kepala Unit PPA Ditipidum Bareskrim Polri AKBP Ema Rahmawati SIK yang menjadi narasumber berikutnya menyatakan KDRT berdampak pada kejiwaan yang tak jarang menyebabkan korban mengalami trauma.
KDRT terhadap perempuan ini banyak sekali bentuknya. Mulai dari Tindak Pidana Penjualan Orang (TPPO), dengan modus diiming-imingi pekerjaan di luar negeri dengan gaji besar. Namun pada kenyataannyq tidak sesuai, sehingga menjadi korban eksploitasi seksual di tempat hiburan.
Ema Rahmawati membenarkan berdasarkan laporan yang masuk ke Polri, kasus KDRT ini termasuk yang paling tinggi. Kasus ini bahkan hampir setiap tahun angkanya meningkat. Ironisnya banyak kasus seperti ini berhenti di tengah jalan lantaran pelapor mencabut laporan.
“Masih belum banyak ibu yang berani melaporkan jika mengalami kasus kekerasan,” ujarnya.
Ema mengatakan, banyak alasan korban kekerasan perempuan dan anak memutuskan tidak melapor ke Kepolisian. Alasanya lantaran malu kalau aib keluarga terbongkar, khawatir memperuncing masalah hingga khawatir berujung perceraian.
“Perempuan masih berpikir bagaimana nanti anak-anak kalau bercerai. Dan ada lagi yakni masih berharap pelaku kekerasan itu bisa berubah perilakunya,” ujarnya.
Sekretaris Pelaksana Hari Pers Nasional (HPN) 2024 sekaligus Wakil Sekjen I PWI Pusat Radja Parlindungan Pane dalam sambutannya mengapresiasi terselenggaranya seminar IKWI yang mengangkat tema seputar KDRT ini. Seminar ini dihadiri oleh seluruh jajaran pengurus IKWI Pusat serta IKWI daerah se Indonesia.
“Persiapan seminar ini hampir 2 bulan, dan dihadiri seluruh Ketua IKWI dari Aceh samai Merauke. Semoga seminar ini bermanfaat buat seluruh anggota IKWI,” ujar Radja Parlindungan Pane yang secara resmi membuka seminar tersebut. (Rrilis)***