Untuk menghadapi brutalnya kelompol tersebut, tidak ada pilihan lain selain kekuatan militer.
“Tidak ada pilihan lain untuk menghadapi brutalnya kelompok itu, harus dengan kekuatan militer, bukan kepolisian,” kata Gintang.
Dijelaskan, setelah melakukan aksi, mereka melarikan diri ke hutan dan gunung, mirup teknik perang gerilya. Jadi mereka sulit dikejar oleh aparat keamanan.
“Belum lagi jika mereka mencairkan diri dalam masyarakat di kampung-kampung atau di daerah basis perlawanan,” jelasnya.
Momentum dan domain TNI
Pada bagian lain, Ginting mengatakan, gugurnya Oktovianus Sogalrey semestinya dapat dijadikan sebagai momentum bagi Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto dan jajarannya, untuk bertindak lebih tegas lagi.
Apalagi sejumlah aparat gabungan dari TNI-AD, TNI-AL, TNI-AU, dan Polri gugur dalam mengamankan Bumi Papua.
Ia menambahkan, berdasarkan amanat konstitusi, pasal 30 ayat (3) UUD 1945, TNI terdiri dari TNI-AD, TNI-AL dan TNI-AU, sebagai alat negara bertugas untuk mempertahankan, melindungi dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara.
Sehingga semua hakekat ancaman yang membahayakan keutuhan dan kedaulatan negara adalah bidang tugas, wewenang dan tanggungjawab atau domain TNI.
Atas hal itu Ginting menekankan, sebagai Pejuang Prajurit Saptamarga, tidak sepatutnya TNI lepas tangan dan menghianati amanat konstitusi.