Di tempat yang sama, Wakil Ketua Komisi III DPRD Kota Cirebon, Tresnawaty juga menyampaikan belasungkawa atas kejadian yang menimpa keluarga pasien di RS Panti Abdi Dharma.
“Kami mengingatkan, agar sisi kemanusiaan didahulukan dalam melayani pasien gawat darurat di RS, sebab urusan adminstrasi BPJS dapat dilakukan beriringan atau menyusul,” katanya.
Karena menyangkut BPJS pula, Tresna meminta komitmen seluruh pemangku kebijakan terkait agar dapat memudahkan pelayanan BPJS bagi warga Kota Cirebon, apalagi ketika di luar hari kerja atau akhir pekan.
Menurutnya, pelayanan BPJS yang tidak aktif serta berkaitan dengan kegawatdaruratan boleh diaktivasi langsung di RS, tanpa harus menunggu hari kerja selanjutnya.
Karena, jika proses administrasi memang sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan, tentu pihak BPJS pun dapat menjamin biaya yang timbul di RS.
“Artinya, bukan keluarga yang mengurus, tapi admin RS melaporkan ke Dinas, bahwa ada BPJS tidak aktif, lalu Dinkes mengajukan dan BPJS bisa langsung mengaktifkan,” tuturnya.
Sementara itu, orangtua korban, Yuianingsih mengaku kecewa atas pelayanan RS Panti Abdi Dharma saat membawa anaknya untuk berobat.
Ia menyesalkan atas sikap petugas RS yang lebuh mengutamakan administrasi dengan harus mengaktivasikan BPJS pasien yang ditangguhkan, ketimbang memberi pertolongan pertama pada anaknya.
“Anak telah alami sakit dari tanggal 10 April, sudah diobati sendiri, namun perlu dibawa ke RS, karena pelayanannya seperti itu, meninggal pada malam hari tanggal 11,” tuturnya.
Sementara itu, direktur RSPAD dr Irma Gamawati MHKes menyampaikan turut berduka cita atas kejadian yang menimpa keluarga pasien.
Akan tetapi ia berdalih, tenaga kesehatan RS sudah menjalankan tugas dan kewajibannya dalam melayani pasien yang berobat saat kejadian sebagaimana mestinya.
“Kami berkomitmen untuk terus meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, dan kejadian tersebut menjadi bahan evaluasi agar tidak terulang kembali,” pungkasnya. (Chs)