KORANMANDALA.COM – Penerima Nobel Perdamaian Muhammad Yunus resmi menjadi terdakwa kasus penggelapan uang dana pada Rabu (12/6). Dilansir dari Associated Press, Yunus dan 13 orang lain didakwa melakukan penggelapan dana sebesar 2 juta dollar AS oleh pengadilan di Bangladesh.
Yunus yang berumur 83 tahun menyatakan dirinya tidak bersalah dan saat ini dibebaskan dengan jaminan. Kasus penggelapan dana ini diduga terjadi pada Grameen Telecom, sebuah lembaga amal yang didirikan oleh Yusuf.
Grameen Telecom sendiri menyediakan layanan telekomunikasi untuk masyarakat miskin di Bangladesh. Layanan telekomunikasi rendah biaya ini diharapkan dapat membantu memfasilitasi masyarakat mendapatkan penghasilan.
Jaksa penuntut menuduh Yunu dan rekan-rekannya menggelapkan dana sebesar 250 juta takas (sekitar 34,5 miliar Rupiah) dari dana kesejahteraan pekerja Grameen Telecom dan melakukan tindak pencucian uang.
Hakim pengadilan tersebut menyatakan bahwa jaksa berhasil memberikan pembuktian awal bahwa Yunus menyelewengkan dana dari lembaga tersebut dan mengirimkan uang ke luar negeri secara ilegal.
Bukan Kasus Hukum Pertama Yunus
Kasus penggelapan dana ini bukan merupakan kali pertama Yunus harus berurusan dengan penegak hukum. Dilansir dari New Age, Yunus telah menghadapi 172 kasus perdata dan 2 kasus pidana selama sepuluh tahun terakhir.
Pemerintah Bangladesh telah melakukan investigasi Bank Grameen yang sempat dipimpin oleh Yunus sejak tahun 2011. Pada Januari 2024, Yunus dijatuhi hukuman penjara enam bulan atas pelanggaran hukum ketenagakerjaan, namun masa penahanannya ditangguhkan selama menunggu proses banding.
Grameen Telecom, dalam pernyataan di laman webnya, menyatakan bahwa putusan pengadilan tersebut memiliki motif politik. Yunus yang memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian 2006 atas pencapaiannya mendirikan Bank Grameen dan merintis konsep mikrokredit memiliki hubungan yang buruk dengan Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina.
Pada tahun 2023, lebih dari 170 pemimpin dunia dan penerima penghargaan Nobel meminta PM Hasina untuk menghentikan proses hukum terhadap Yunus. Mereka menyatakan bahwa Yunus menjadi sasaran karena hubungannya dengan PM Hasina, namun pemerintah Bangladesh membantah klaim tersebut.