KORANMANDALA.COM – Sekretaris Jenderal (Sekjen) Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, Sayid Iskandarsyah, mengklarifikasi siaran pers Dewan Kehormatan (DK) PWI Pusat yang menyebutkan bahwa dirinya telah diberikan sanksi pemberhentian sementara sebagai anggota PWI.
“Hingga saat ini saya masih anggota PWI aktif dan secara sah tetap sebagai sekjen PWI Pusat,” kata Sayid dalam siaran persnya di Jakarta pada Senin 24 Juni 2024 sore.
Sayid menjelaskan bahwa keputusan Dewan Kehormatan nomor 21/IV/DK/PWI-P/SK-SR/2024 tentang sanksi organisasi terhadap dirinya pada tanggal 16 April 2024 dan nomor 37/IV/DK/PWI-P/SK-SR/2024 tentang sanksi pemberhentian sementara pada tanggal 7 Juni 2024 cacat hukum dan belum memiliki kekuatan hukum tetap.
“Saya sudah mengirimkan somasi dan sekarang sedang mempersiapkan langkah hukum berupa laporan polisi dan gugatan ke pengadilan,” ujar Sayid.
Sayid mengungkapkan bahwa dalam sanksi organisasi yang diputuskan oleh Dewan Kehormatan terdapat setidaknya lima fakta yang menunjukkan bahwa keputusan tersebut sewenang-wenang.
Pertama, ia tidak pernah dimintai keterangan atau klarifikasi oleh Dewan Kehormatan. Dewan Kehormatan mempermasalahkan upaya pembelaannya padahal hal tersebut dijamin oleh UUD 1945 Pasal 28G Ayat (1) yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, harta benda, rasa aman, dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
Kedua, keputusan Dewan Kehormatan yang memerintahkan pengembalian sejumlah uang dan menuduh adanya penyalahgunaan dana bukan merupakan kewenangan mereka. Pelaksanaan dan pertanggungjawaban anggaran telah diatur dan dipertanggungjawabkan dalam kongres yang sebelumnya diaudit.
“Hingga saat ini kami masih menunggu hasil audit atas pelaksanaan dana UKW,” kata Sayid.
Ketiga, Dewan Kehormatan belum memiliki tata cara penerimaan pengaduan dan pemeriksaan atas pelanggaran terhadap PD, PRT, KEJ, dan Kode Perilaku Wartawan (KPW).
Keempat, dalam keputusannya, Dewan Kehormatan tidak cermat dalam menetapkan pelanggaran PD/PRT/KEJ/KPW. Hal ini terlihat dari keputusan yang didasarkan pada keterangan Bendahara Umum MSS tanpa adanya klarifikasi dari pihak terkait, yang seakan-akan menunjukkan tidak adanya persetujuan Bendahara Umum dalam penandatanganan cek. Belakangan diketahui bahwa keterangan MSS tidak lengkap dan telah diklarifikasi ulang kepada ketua Dewan Kehormatan. Selain itu, Dewan Kehormatan menuduhnya melanggar KPW, padahal dalam mukadimahnya sudah jelas bahwa KPW adalah panduan dalam menjalankan profesi di lapangan.
Kelima, keputusan Dewan Kehormatan tersebut tidak memiliki rekomendasi dari Dewan Kehormatan provinsi.
“Sebagai anggota PWI, saya merasa prihatin dengan keputusan Dewan Kehormatan yang sewenang-wenang ini,” ungkap Sayid.- ***