KORANMANDALA.COM – Pendiri situs kontroversial WikiLeaks Julian Assange, resmi dibebaskan pada Rabu (26/8). Assange dibebaskan usai memenuhi kesepakatan dengan Departemen Kehakiman Amerika Serikat (AS): pengakuan Assange melanggar UU Spionase diganjar 62 bulan hukuman penjara yang telah ia jalani.
Dilansir dari WikiLeaks, hukuman ini jauh lebih ringan daripada 175 tahun hukuman penjara yang mengancam Assange. Sebelumnya, Departemen Kehakiman AS ingin mengadili Assange atas 18 dakwaan akibat pengungkapan catatan rahasia militer dan pesan diplomatik terkait Perang Afghanistan dan Irak.
Telah Menerbitkan 10 Juta Dokumen, Termasuk tentang Indonesia
WikiLeaks, situs pengungkap dokumen-dokumen rahasia pemerintah, didirikan oleh Assange dan rekan-rekannya pada 2006 silam. Sampai saat ini, WikiLeaks mengklaim telah menerbitkan lebih dari 10 juta dokumen mengenai korupsi, kejahatan perang, dan spionase.
Pada tahun 2014, laporan WikiLeaks juga sempat menciptakan ketegangan diplomatik antara Indonesia dan Australia. Pasalnya, situs media tersebut mengungkapkan bahwa Mahkamah Agung Australia melarang pemberitaan dugaan suap yang mencatut nama sejumlah pejabat Indonesia, termasuk mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Megawati Sukarnoputri.
SBY kemudian menuntut Pemerintah Australia untuk memberikan klarifikasi atas pemberitaan WikiLeaks tersebut.
“Saya meminta Australia untuk mengeluarkan statement yang terang agar nama baik Megawati dan saya tidak dicemarkan, dan agar tidak mencemarkan nama baik pejabat Indonesia lainnya. Kita ingin dengar langsung dari Autralia,” ujar SBY dilansir dari BBC News Indonesia.
Diadili di Saipan setelah 5 Tahun Dipenjara
Assange telah menjadi buruan Interpol sejak 2010 atas kasus kekerasan seksual di Swedia. Pendiri WikiLeaks tersebut menyatakan dirinya tidak bersalah dan menganggap tuduhan tersebut sebagai usaha mencemarkan namanya dan mengekstradisi dirinya ke AS.
Pada tahun 2019, pihak kejaksaan Swedia membatalkan tuntutan kepada Assange.
Assange yang pada tahun 2012 tengah berada di Inggris meminta suaka politik kepada Pemerintah Ekuador. Setelah permintaan tersebut dikabulkan ia tinggal selama 7 tahun di Kedutaan Besar Ekuador di London.
Akan tetapi, Pemerintah Ekuador menghentikan perlindungan mereka terhadap Assange pada 2019 usai WikiLeaks mengunggah investigasi kasus korpusi terhadap Presiden Ekuador Lenin Moreno. Sejak saat itu, Assange ditahan di Penjara Belmarsh.
Assange diadili di Pengadilan AS di Pulau Saipan, teritori AS di Pasifik, dua hari setelah meninggalkan penjara. Lokasi ini dipilih karena jaraknya yang dekat dengan Australia, negara asal Assange.
Dilansir dari Reuters, Pemerintah Australia mengakui bahwa kebebasan Assange merupakan hasil dari usaha diplomasi bertahun-tahun.
Pasca menjalani pengadilan, Assange langsung meninggalkan Saipan menggunakan pesawat jet pribadi menuju Canberra, ibu kota Australia.