KORANMANDALA.COM – Suryadi Jaya Purnama (SJP), Anggota Komisi V DPR RI, menanggapi penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) No. 75 Tahun 2024 tentang Percepatan Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) oleh Presiden Jokowi pada 11 Juli 2024. Perpres ini merujuk pada dua isu yang diangkat oleh Plt. Kepala Otorita IKN, Basuki Hadimuljono, pada Juni 2024.
Isu pertama berkaitan dengan pembebasan 2.086 hektar lahan yang memerlukan solusi Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan (PDSK) Plus.
“Hal pertama, terkait permasalahan pembebasan 2.086 hektar lahan yang membutuhkan solusi Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan (PDSK) Plus,” ungkapnya dalam keterangan tertulis Minggu 14 Juli 2024.
BACA JUGA: 21 Akun FF Sultan Season 1 Gratis Google Khusus Hari Ini 14 Juli 2024
Menurut SJP, sesuai Pasal 8 ayat (1) Perpres, pemerintah menangani masalah penguasaan tanah Aset Dalam Penguasaan (ADP) OIKN oleh masyarakat untuk pembangunan di IKN. Penjelasan lebih rinci ada di ayat (5) dan (6), yang mengatur bahwa penanganan tanah ADP diberikan berdasarkan hasil inventarisasi dengan kompensasi berupa uang, tanah pengganti, relokasi, pembangunan rumah, atau bentuk lain yang disepakati kedua belah pihak.
Isu kedua terkait hak atas tanah untuk investor. Aturan sebelumnya, Peraturan Pemerintah (PP) No. 12 Tahun 2023, dirasa kurang menarik bagi pengusaha karena hanya memungkinkan hak guna usaha (HGU), hak guna bangunan (HGB), dan hak pakai di atas Hak Pengelolaan (HPL).
Dalam Perpres No. 75 Tahun 2024, OIKN memberikan jaminan kepastian jangka waktu hak atas tanah hingga 190 tahun untuk HGU dan 160 tahun untuk HGB serta hak pakai, sesuai UU No. 21 Tahun 2023.
SJP dan Fraksi PKS menilai Perpres ini tidak menyelesaikan masalah yang ada, karena ribuan masyarakat adat tinggal di wilayah IKN dan sudah membangun kehidupan selama bertahun-tahun. Tanah adat memiliki nilai sejarah dan budaya yang tak bisa digantikan dengan relokasi atau pembangunan rumah baru.
Mereka juga mengkritisi bahwa janji OIKN untuk membangun kampung adat atau memberikan lahan relokasi belum terealisasi.
Selain itu, investasi di IKN tak kunjung meningkat karena infrastruktur publik yang belum ada. Standar ESG (Environmental, Social, and Governance) yang tidak menghendaki deforestasi dan dampak sosial negatif menjadi perhatian utama investor.
Penundaan keputusan presiden tentang pemindahan IKN dari Jakarta ke Nusantara juga menurunkan kepercayaan investor, dengan Jokowi menunda berkantor di IKN karena belum siapnya fasilitas dasar.
Upacara HUT RI ke-79 secara hibrida di IKN dan Jakarta menunjukkan ketidaksiapan pembangunan IKN, yang masih terkendala hujan dan akses jalan berlumpur.
SJP menyimpulkan bahwa Perpres ini dibuat percuma karena banyak faktor yang tidak mendukung pembangunan IKN.- ***