KoranMandala.com – Ketua DPR RI, Dr. (H.C.) Puan Maharani, menyesalkan pemecatan sepihak terhadap ratusan guru honorer di DKI Jakarta melalui sistem ‘cleansing’ atau ‘pembersihan’.
Ia mengimbau Pemerintah untuk melakukan audiensi demi mencari solusi terbaik atas masalah tersebut.
“Saya sangat menyayangkan pemutusan kerja ratusan guru honorer DKI ini. Kami berharap ada koordinasi intensif dari Pemerintah untuk memberikan penjelasan dan solusi yang adil terhadap masalah tersebut,” ujar Puan Maharani pada Kamis 18 Juli 2024.
BACA JUGA: 15 Akun FF Rank GM Hari Ini 18 Juli 2024, Banyak Emote, Skin SG2, dan Bundle Langka
Menurut Puan, guru honorer memiliki peran yang sama pentingnya dengan guru PNS sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, sehingga kesejahteraan mereka harus diperhatikan.
“Guru honorer ada karena kekurangan tenaga pendidik kita, jadi peran mereka juga besar,” tambah cucu Bung Karno tersebut.
Dinas Pendidikan DKI Jakarta menyatakan bahwa ‘cleansing’ terhadap 107 guru honorer dilakukan sebagai tindak lanjut hasil pemeriksaan (TLHP) BPK. Pemecatan ini dilakukan karena pengangkatan guru honorer oleh sekolah tanpa rekomendasi dari Disdik.
Guru honorer tersebut digaji dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Temuan BPK menunjukkan bahwa peta kebutuhan guru honorer tidak sesuai dengan Permendikbud serta ketentuan sebagai penerima honor.
Puan mengusulkan agar Pemerintah, pihak sekolah, dan para guru honorer duduk bersama untuk menemukan solusi terbaik.
Menurut Puan, perlu ada penjelasan yang jelas mengenai masalah ini, termasuk alasan di balik keputusan sekolah untuk mengangkat guru honorer. Apakah langkah tersebut diambil karena beban kerja yang berlebihan sehingga memerlukan tambahan tenaga pendidik?
Sebagai Ketua DPR RI, Puan menekankan bahwa Pemerintah pusat bisa menjadi fasilitator untuk memastikan keadilan bagi semua pihak. Sebab, menurutnya, hal ini menyangkut nasib lebih dari 100 orang guru honorer yang telah berkontribusi terhadap pendidikan anak.
Puan berharap segera ada titik temu yang berkeadilan dan pembicaraan dapat dilakukan secara demokratis agar semua pihak memahami posisi dan peran masing-masing.
“Jangan sampai karena pemutusan kerja secara mendadak ini, sekolah kekurangan tenaga pengajar yang pada akhirnya berdampak pada anak-anak kita,” tutup Puan.- ***