KoranMandala.com – Kasus penangkapan Nyoman Sukena kembali menyoroti lemahnya penegakan hukum di Indonesia, yang dinilai masih belum adil. Direktur Eksekutif SETARA Institute, Halili Hasan, menegaskan bahwa kondisi hukum di tanah air saat ini sangat memprihatinkan.
Ia menyatakan bahwa hukum di Indonesia kerap tajam ke bawah, namun tumpul ke atas.”Sulit untuk mengharapkan hukum sebagai instrumen keadilan, dengan kondisi demikian,” ujar Halili saat diwawancarai oleh media, Jumat 13 September 2024.
Pernyataan ini ia sampaikan menanggapi kasus Nyoman Sukena, yang ditangkap atas dugaan pelanggaran UU No. 5 Tahun 1990 karena memelihara Landak Jawa, satwa yang dilindungi.
Baca Juga: Landak Pak Nyoman
Menurut Halili, nasib yang dialami Nyoman bisa terjadi kepada siapa saja, dan saat ini sulit untuk melakukan pencegahan. Ia menyoroti ketidakmampuan institusi penegak hukum konvensional dalam menjalankan tugasnya secara adil.
“Kalau melihat situasi hari ini, agak sulit berharap pada institusi penegak hukum yang ada. Salah satu cara yang cukup efektif adalah memanfaatkan tekanan dan dukungan publik,” kata Halili.
Halili juga menekankan bahwa kasus ini harus menjadi pembelajaran bagi semua pemangku kepentingan hukum di Indonesia. Ia mengajak para pihak untuk serius dalam memperbaiki sistem hukum agar keadilan dapat diwujudkan bagi semua kalangan, termasuk Nyoman Sukena.
“Ini bukan hanya agenda SETARA Institute, tapi agenda kita semua. Perbaikan kondisi ini harus dimulai dari pembenahan kultural, meski itu memakan waktu lama,” tambahnya.
Halili turut mendorong pengoptimalan peran komisi-komisi negara, seperti Komisi Kepolisian Nasional, Komisi Kejaksaan, dan Komisi Yudisial. Ia menilai bahwa komisi-komisi ini harus menindak aparat penegak hukum yang tidak bekerja sesuai dengan kewenangan masing-masing.
Kasus Nyoman Sukena diharapkan dapat menjadi pemicu perbaikan sistem hukum Indonesia, agar keadilan benar-benar bisa dirasakan oleh semua lapisan masyarakat.