KoranMandala.com -Daddy Rohanady, Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat, menungungkap tantangan dan harapan dari upaya mewujudkan Jabar Istimewa oleh Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi-Erwan Setiawan.
Daddy menjelaskan, meskipun berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta, status Jabar tidak berubah menjadi Daerah Istimewa seperti Yogyakarta. Hal tersebut, kata Daddy, tidak mengurangi potensi besar Jawa Barat menjadi provinsi yang istimewa.
“Jabar merupakan provinsi yang sangat strategis, bukan hanya karena letak geografisnya, tetapi juga dari sisi sumber daya manusia dan jumlah penduduknya yang lebih dari 50 juta jiwa. Dengan populasi sebesar itu, Jabar minimal istimewa dari segi jumlah penduduk,” ujar Daddy kepada wartawan di Bandung, Kamis (26/9).
Filosofi Angka Empat Pasangan Cagub Jabar Dedi Mulyadi – Erwan Versi Daddy Rohanady
Lebih lanjut, Daddy membayangkan dampak positif jika sebagian kecil saja dari penduduk Jabar berkiprah di kancah nasional. “Jika satu persen saja, atau sekitar 500.000 putra-putri Jabar, aktif dalam politik nasional atau menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, Jabar akan semakin berkibar,” tambahnya.
Dalam konteks pemilihan kepala daerah (pilkada) yang akan digelar pada 27 November 2024 mendatang, Daddy menekankan pentingnya kontestasi tersebut sebagai ajang untuk memilih pemimpin Jabar yang baru. Ada empat pasangan calon gubernur dan wakil gubernur yang akan bertarung, yaitu Dedi Mulyadi-Erwan Setiawan, Ahmad Syaikhu-Ilham Akbar Habibie, Acep Adang Ruhiyat-Gitalis Dwi Natarina, dan Jeje Wiradinata-Ronal Surapradja.
“Dedi-Erwan diusung oleh banyak partai besar seperti Gerindra, Golkar, Demokrat, PAN, dan PSI, serta didukung oleh sembilan partai non-parlemen. Pasangan lainnya, seperti Syaikhu-Ilham diusung oleh PKS, NasDem, dan PPP, sedangkan Acep-Gitalis didukung PKB dan Jeje-Ronal oleh PDI Perjuangan. Koalisi yang terbentuk di tingkat provinsi ini menunjukkan bahwa demokrasi di Jabar berjalan baik, dengan komposisi koalisi yang berbeda dari tingkat nasional dan di kabupaten/kota,” kata Daddy.
Meski Jabar berhasil meraih banyak penghargaan selama masa pemerintahan sebelumnya, termasuk di bawah Ahmad Heryawan dan Ridwan Kamil, serta di bawah Penjabat Gubernur Bey Machmudin, Daddy mengingatkan masih banyak tantangan yang harus dihadapi.
“Jabar telah 13 kali berturut-turut mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan, namun kita masih memiliki pekerjaan rumah yang besar, seperti meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang berada di peringkat 16 secara nasional, menurunkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) yang masih nomor dua tertinggi di Indonesia, serta memperbaiki nilai tukar petani (NTP) yang saat ini masih belum mampu menarik minat generasi muda untuk terjun ke sektor pertanian,” ujar Daddy.
Daddy juga menyoroti kesenjangan pendapatan di Jabar yang tercermin dari gini rasio sebesar 0,421 per Maret 2024. “Ini adalah kenyataan paradoks. Jabar pernah menjadi provinsi dengan total investasi tertinggi secara nasional, tetapi tampaknya investasi yang masuk lebih banyak padat modal, bukan padat karya. Padahal, kita sangat membutuhkan investasi padat karya untuk menekan angka pengangguran,” jelasnya.
Sebagai bagian dari upaya mendukung visi Indonesia Emas 2045, Daddy menekankan pentingnya penyelarasan antara Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.