KoranMandala.com -Sejumlah mahasiswa Papua menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung Sate, Kota Bandung, pada Selasa, 12 November 2024. Aksi yang melibatkan sekitar 10 orang ini diinisiasi oleh kelompok mahasiswa gerakan “Papua Bukan Tanah Kosong.”
Unjuk rasa tersebut dimulai pukul 14.00 WIB. Dalam tuntutannya, mereka menolak keras program transmigrasi yang dicanangkan Presiden Prabowo di beberapa wilayah di Papua.
Para mahasiswa tampak membawa sejumlah poster dan spanduk bertuliskan berbagai protes, seperti “Papua Bukan Tanah Kosong,” “Papua Menolak Transmigrasi,” dan lainnya.
Kenapa Kantor Gubernur Jawa Barat Ini Dinamakan Gedung Sate?
Namun, yang menarik perhatian adalah ketika para mahasiswa, yang mengaku warga negara Indonesia, membentangkan spanduk bertuliskan “Papua Merdeka.” Polisi yang mengamankan aksi tersebut tampak membiarkan pembentangan spanduk tersebut. Sony (49), seorang warga yang melintas, mengaku sudah beberapa kali melihat aksi mahasiswa Papua di Kota Bandung.
Ia menyayangkan pihak keamanan yang membiarkan spanduk “Papua Merdeka” dibentangkan di tempat umum.
“Kok bisa di depan Gedung Sate orang terang-terangan membentangkan spanduk seperti itu,” ujar Sony.
Menurutnya, pembiaran terhadap aksi seperti ini mencerminkan semakin terdegradasinya nasionalisme di kalangan masyarakat.
Sementara itu, juru bicara aliansi tersebut, Pilamo (27), mengatakan bahwa spanduk tersebut hanyalah bentuk ungkapan kemarahan terhadap program transmigrasi yang dicanangkan Presiden Prabowo.
“Program ini menjadi pemantik kemarahan rakyat Papua sehingga aksi unjuk rasa menjalar ke berbagai daerah, termasuk di Bandung,” katanya.
Pilamo menilai program transmigrasi bukan sekadar perpindahan penduduk, tetapi juga alat untuk mengontrol wilayah dan merampas hak orang Papua demi eksploitasi sumber daya alam.
“Transmigrasi akan merampas kehidupan masyarakat Papua, termasuk hak atas tanah,” tegas Pilamo, yang juga merupakan mahasiswa Universitas Langlangbuana Bandung.
Dalam demonstrasi itu, Pilamo menambahkan bahwa transmigrasi di Papua hanya akan memicu konflik demi kepentingan eksploitasi PT Freeport.
“Yang jadi korban adalah rakyat Papua yang disiksa, diusir dari tanah mereka sendiri hanya demi kepentingan penguasa di Jakarta,” ujarnya.
Mereka juga mendesak pemerintah untuk membatalkan program transmigrasi ini, mengingat masih banyak warga non-Papua di tanah Papua yang kesulitan mencari pekerjaan dan belum mencapai kesejahteraan.
“Jumlah transmigran di Papua saat ini sudah cukup banyak. Anak-anak mereka belum mendapatkan pekerjaan dan harus bersaing dengan masyarakat asli Papua di berbagai sektor. Situasi ini berpotensi mengancam ruang hidup di masa depan,” tutupnya.