KoranMandala.com –Di Tahun 2024 pemerintahan Provinsi Jawa Barat dalam menyelenggarakan pemerintahannya masih memperlihatkan potret buram yang memiriskan bagi publik. Bukan hanya karena kepercayaan publik yang kian terpuruk, namun karena prilaku politik yang dipertontonkan penyelenggara pemerintahan kian miris.
Undang-undang No. 23 tahun 2014 tentang pemerintah Daerah seolah tidak mampu membangun pemerintahan seperti yang diharapkan sebagai lembaga yang berintegritas. sepertinya masih jauh dari harapan.
Berikut ini catatan kritis Forum Parlemen 2009 – 2014 Jawa Barat lewat refleksi akhir tahun 2024 dan memberikan saran serta masukan bagi Pemerintahan Provinsi Jawa Barat tahun 2025, terutama bagi Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih.
DPRD Jabar Tetapkan RPJPD: Selaraskan Target Menuju Indonesia Emas 2045
Seperti diungkapkan Irwan Koesdrajat anggota DPRD Provinsi Jawa Barat (Demokrat) 2009 – 2014. Sesuatu yang ironi sebenarnya, saat publik mengeluhkan bahkan sampai menghujat atas upaya pemerintah dan wakil rakyat Jawa Barat terkait pamekaran daerah otonom baru kabupaten dan kota di Jawa Barat. Apa yang salah sebenarnya ? apakah karena kurang komunikasi atau karena lemahnya pengendalian parlemen, sehingga harus mendesak segera membuka “moratorium” pemekaran daerah.
Selain itu lanjut Irwan ada persoalan zonasi sekolah yang dinilai selalu menimbulkan masalah saat PPDB dilaksanakan.
Menurutnya tujuan dari sistem zonasi adalah untuk mengurangi kesenjangan kualitas pendidikan antara sekolah-sekolah di daerah perkotaan dan kabupaten. Namun, kenyataannya, tidak semua sekolah di setiap zona memiliki kualitas pendidikan yang setara.
“Sistem zonasi yang tidak mempertimbangkan kualitas sekolah dapat menyebabkan kesenjangan dalam pencapaian akademik siswa,” ujar Irwan. Oleh karena itu, perlu evaluasi terhadap pendidikan yang ditawarkan oleh sekolah dalam zona yang bersangkutan, tukasnya, di Bandung Jumat 27 Desember 2024.
Dikesempatan sama alumni anggota DPRD Jawa Barat 2009-2014 Boedi Hermansyah menekankan pentingnya melibatkan tokoh agama/alim ulama dalam menata kurikulum lokal yang bermuatan tentang mata pelajaran agama yang menyelaraskan dengan nilai nilai kebangsaan dan persatuan.
“Pembelajaran ini yang tidak hanya berlangsung di dalam kelas, tetapi juga di berbagai ruang lainnya, termasuk pondok pesantren. Bahkan pembelajaran di luar sekolah, dapat menjadi inspirasi yang berharga bagi siswa didik,” ujarnya.
Pada bagian lain Forum Parlemen juga menyoroti pentingnya kegiatan pembangunan lainnya sebagai upaya untuk mengatasi disparitas di masyarakat. Melalui forum ini, diharapkan pemerintahan mendatang dapat saling berbagi pengalaman yang akan membantu mereka memahami kekurangan dan kelebihan sistem pemerintahan yang akan dijalankan.
“Ini merupakan salah satu cara untuk mengurangi disparitas kesejahteraan antar daerah. Melalui Forum Parlemen, kami berbagi pengalaman. Semoga semua pihak dapat memahami kekurangan dan kelebihan masing-masing, yang pada akhirnya menjadi masukan yang sangat berharga dalam konteks membangun dan merealisasikan janji politik kualitas di berbagai daerah di Jawa Barat,” jelasnya.