Senin, 3 Februari 2025 15:12

KoranMandala.com – Aktivis 77-78 dan Pemerhati Kebijakan Publik, Syafril Sjofyan, menanggapi fenomena grafiti bertuliskan “Adili Jokowi” yang muncul di berbagai sudut Kota Bandung dan sejumlah kota besar lainnya. Menurutnya, hal ini mencerminkan luasnya kesadaran masyarakat terhadap dugaan korupsi dan nepotisme di lingkaran kekuasaan Presiden Joko Widodo.

“Tulisan itu menunjukkan bahwa masyarakat sudah memahami tindakan korupsi dan nepotisme yang melibatkan keluarga Jokowi,” ujar Syafril, Senin 3 Januari 2025.

Syafril menegaskan, mengadili seorang presiden yang diduga melakukan pelanggaran hukum adalah langkah maju bagi Indonesia. Ia berpendapat bahwa setiap pemimpin harus bertanggung jawab atas kebijakan dan tindakannya selama berkuasa.

Jokowi memperlihatkan “Kedunguannya” Terhadap Hukum

“Kita selama ini terjebak dengan prinsip ‘mikul duwur mendem jero’, yang berarti kesalahan pemimpin dibiarkan begitu saja. Akibatnya, presiden merasa bebas berbuat apa saja, termasuk memperkaya diri, keluarga, dan lingkungannya,” tambahnya.

Ia membandingkan Indonesia dengan negara lain seperti Korea Selatan dan Malaysia. Menurutnya, pemimpin di negara-negara tersebut dapat diadili atas kesalahan yang mereka lakukan, termasuk kasus korupsi yang melibatkan keluarga mereka.

“Kita bisa melihat bagaimana mantan Perdana Menteri Malaysia, Najib Razak, ditangkap dan diadili. Di Korea Selatan, bahkan kesalahan istri dan anak pejabat bisa membuat perdana menteri dicopot dan diadili,” jelasnya.

Syafril juga menyoroti kasus hukum yang melibatkan anak Jokowi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurutnya, kasus tersebut sulit ditindaklanjuti karena KPK telah dilemahkan oleh eksekutif. Selain itu, ia menyebut adanya dugaan korupsi dan suap dalam proyek PIK2 serta dugaan keterlibatan Jokowi dalam kasus pelanggaran HAM seperti insiden KM50.

“Jika Jokowi diadili, maka semua kasus korupsi besar selama dia berkuasa bisa terungkap,” pungkas Syafril.




Sumber:

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Penulis
Exit mobile version