KORANMANDALA.COM – Forum bertajuk Uji Examinasi Putusan MK nomor 90/2023 digelar di Yogyakarta, Sabtu 20 Januari 2024. Sejumlah akademisi universitas berbagai daerah pun berkumpul di sana.
Putusan Nomor 90 Mahkamah Konstitusi (MK) diketahui telah mengesahkan Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka, sebagai calon wakil presiden (cawapres) yang akan mendampingi Prabowo Subianto pada Pemilu 2024.
“Forum ini menjadi wadah bagi para pengamat hukum tata negara dan administrasi negara yang masih merasa ragu terkait putusan MK Nomor 90, sehingga mereka ingin membahasnya melalui pendekatan akademis,” ujar Nindyo Pramono, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), yang turut hadir dalam forum pada Sabtu, 20 Januari 2024.
Putusan kontroversial MK tersebut menyatakan bahwa batas usia calon presiden (capres) dan cawapres minimal 40 tahun, kecuali bagi mereka yang di bawah usia tersebut tetapi telah memiliki pengalaman sebagai pejabat negara atau kepala daerah yang diperoleh melalui proses Pemilu atau Pilkada.
Nindyo menyatakan bahwa di kalangan akademisi dalam forum tersebut, walaupun mereka menghormati doktrin yang menyatakan bahwa putusan hakim harus dianggap benar, namun dari sudut pandang akademis, putusan MK yang sudah final juga dapat dianggap keliru. Hal ini didasarkan pada premis bahwa hakim pun manusia dan bisa melakukan kesalahan dalam pengambilan keputusan.
“Uji eksaminasi ini bertujuan untuk menganalisis putusan MK Nomor 90 mulai dari proses hingga dasar pertimbangannya sebagai bentuk edukasi publik,” katanya.
Dian Agung Wicaksono, Dosen Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UGM, yang juga hadir dalam forum tersebut, berpendapat bahwa putusan MK tersebut hanya dapat berlaku pada Pemilu tahun 2029. Ini karena keputusan tersebut diambil setelah tahap-tahap Pemilu telah dimulai.
Dian menjelaskan bahwa ada tiga lembaga negara yang memiliki kewenangan untuk menginterpretasi dan meluruskan makna putusan MK Nomor 90, yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan MK itu sendiri.
Menurut Dian, MK, dalam menguji Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu), seharusnya menerapkan prinsip Purcell, yaitu doktrin bahwa pengadilan tidak boleh mengubah aturan pemilu terlalu dekat dengan pemilu, karena dapat menimbulkan kebingungan.
“Oleh karena itu, putusan MK tersebut seharusnya hanya dapat diterapkan pada Pemilu 2029, kecuali jika putusan itu bertujuan untuk menyelamatkan suara pemilih,” katanya.