KORANMANDALA.COM – Bolehkah presiden berkampanye dan memihak salah satu paslon ?
Secara ketentuan undang-undang, presiden tidak menabrak ketentuan pasal 281 undang-undang Pemilu jika kemudian Presiden melakukan cuti dan tidak menggunakan fasilitas negara.
Menurut pengamat hukum tata negara, Fery Amsari, problematikanya bukan problem normatif peraturan perundang-undangan. Tapi problemnya adalah kerusakan etika dan moral karena presiden akan mendukung anaknya.
Yang lebih parah, kata Fery, presiden merusak sistem kepartaian.
Lumrahnya presiden mendukung calon yang diajukan partainya sendiri. Tapi yang dilakukan presiden kemudian mendukung calon partai lain.
“Ini kan kerusakan etika berpolitik berpartai dan menjalankan wewenang kekuasaan bernegara” kata Fery Rabu 24 Januari 2024 dalam Youtube Liputan 6.
Ini panggilan etika dan moral dan sampai saat ini presiden tidak menjalankan nilai-nilai moral bahkan memberikan contoh etika dalam menjalankan praktik bernegara.
Menurut pengajar dari Fakultas Hukum Universitas Andalas, aturan hukum melarang pejabat negara menunjukkan keberpihakannya terhadap peserta pilpres. Aturan ini dijelaskan dalam Pasal 282 dan 283 UU 7/2017 tentang Pemilu.
Pasal 282 mengatur bahwa pejabat negara, pejabat struktural, pejabat fungsional dalam jabatan negeri, serta kepala desa tidak boleh membuat keputusan atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu selama masa kampanye.
Pasal 283 ayat (1) melarang pejabat negara, pejabat struktural, pejabat fungsional dalam jabatan negeri, dan aparatur sipil negara lainnya untuk melakukan kegiatan yang menunjukkan keberpihakan terhadap peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye.